MK Putuskan Uji Materi Larangan Menikahi Teman Sekantor Hari Ini

Mahkamah Konstitusi akan memutuskan uji materi soal ketentuan larangan perkawinan pegawai dalam satu perusahaan hari ini, Kamis (14/12/2017)

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 14 Des 2017, 08:31 WIB
Diterbitkan 14 Des 2017, 08:31 WIB
Pernikahan Nikah Menikah
ilustrasi Foto Pernikahan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi akan memutuskan uji materi soal ketentuan larangan perkawinan pegawai dalam satu perusahaan hari ini, Kamis (14/12/2017).

Pembacaan putusan itu akan dilakukan pada pukul 11.00 WIB. Uji materi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 153 ayat 1 huruf f bernomor perkara 13/PUU-XV/2017 itu diajukan oleh delapan pegawai PT PLN (Persero) yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pegawai PLN.

Jhoni Boetja, seorang pemohon uji materi ketentuan larangan perkawinan pegawai dalam satu perusahaan mengatakan, pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan dilindungi. Pernikahan, bukan justru malah dilarang apabila berada dalam satu kantor.

"Perkawinan itu adalah sesuatu hal yang sakral, diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 UU Perkawinan," ujar Ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pegawai wilayah Sumatera, Jambi, dan Bengkulu itu di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Senin 5 Juni 2017.

Dia mengatakan, bila ada pasangan satu kantor yang memilih untuk pisah baik-baik karena ada aturan di kantor menikah dengan teman satu kantor maka akan di Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tidak akan menjadi masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika mereka tidak bisa pisah.

"Tapi kalau misalnya dia enggak pisah baik-baik, dia menghindari PHK, dia kumpul kebo, nah gimana. Atau yang perempuan ini dapat suami orang luar dan laki-laki dapat istri orang luar, tapi karena hati, hati ini kan panggilan, yang namanya cinta itu akhirnya terjadi perselingkuhan di kantor. Siapa yang tanggung jawab? Siapa yang berdosa?" papar Jhoni.

 

Agar Tak Ada PHK

PHK
Ilustrasi: PHK Karyawan (Sumber: IEEE Spectrum)

Karena itu, lanjut Jhoni, dalam Pasal 153 ayat 1 huruf f UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dia gugat bersama tujuh orang lainnya, seharusnya ada kata-kata yang dipisahkan agar tidak ada celah dilakukannya PHK oleh perusahaan apabila ada karyawannya satu kantor dan menikah.

"Tapi ada frase kecuali diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan perjanjian kerja bersama. Nah kata kecuali itu dapat dimanfaatkan pengusaha untuk melakukan pemutusan hubungan kerja. Karena begini, begitu ada di peraturan perusahaan yang ada ikatan darah atau ikatan perkawinan suami istri kerja di situ atau bersaudara kerja di situ otomatis PHK," ucap dia.

Apabila karyawan tersebut kena PHK, Johny menilai hal tersebut justru hak warga negara tidak dilindungi dengan baik. Oleh karena itu, pihaknya pun menggugat UU ini.

"Kalau itu PHK sedangkan berarti hak konstitusi warga negara ya tidak terlindungi sesuai apa yang kami gugat, kami uji UU Nomor 13 ini dengan UUD 1945 Pasal 28b ayat 1 dan Pasal 28d ayat 2 yang perkawinan itu menjadi hak seseorang, mendapatkan suatu pekerjaan dan upah itu menjadi hak setiap warga negara," tutur dia.

Jhoni memohon agar MK dapat mengabulkan permintaannya dan mengubah UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 153 ayat 1 huruf f.

Bunyi Pasal yang Ingin Dihapus

20160722-Gugat UU Tax Amnesty, Serikat Buruh Geruduk MK-Jakarta
Personel kepolisian mengawal unjuk rasa ratusan buruh dari Konferederasi Serikat Pekerja Indonesia di depan Gedung MK Jakarta, Jumat (22/7). Mereka mengajukan berkas gugatan uji materi atas UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Secara spesifik mereka menggugat Pasal 153 ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan, mengenai larangan menikah sesama pegawai dalam satu perusahaan.

Pasal itu berbunyi; Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono pada Selasa 16 Mei 2017 mengatakan, pada intinya, pemohon menginginkan agar frasa, "kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama", dihapuskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya