Liputan6.com, Indramayu - Tahun ini menjadi momentum penting bagi masyarakat desa di Indonesia. Pesta demokrasi digelar hampir disetiap daerah yang masih memiliki pemerintahan desa. Kabupaten Indramayu ikut meramaikan pesta rakyat enam tahunan ini, puluhan poster bergambar wajah calon kepala desa atau calon kuwu menyebar di hampir setiap penjuru jalan protokol.
Perhelatan pesta demokrasi ini memang cukup semarak. Mulai dari perang janji janji para calon, sampai beradu kekuatan yang jauh dari kata rasional bermain klenik, Seseorang yang diyakini paham soal dunia klenik kami datangi.
Arahan dari informan ini mendorong kami ke kediaman sang calon kuwu atau kepala desa. Tak ada yang janggal dari aktivitas di rumah calon kepala desa ini. Pengajian rutin selalu dilaksanakan meminta berkah dari sang maha kuasa. Namun ternyata ada ritual ekstra yang tak masuk logika.
Advertisement
Seperti ditayangkan Sigi SCTV, Minggu (7/1/2018), masih kentalnya budaya percaya dengan kekuatan leluhur sedikit banyak membuat sebagian kalangan kerap melakukan hal-hal diluar rasionalitas. Hal ini terwakili dari masih eksisnya ritual pendukung lain yang lazim dilaksanakan.
Makam Kramat Leluhur jadi bagian ritual yang tak terlepaskan. Bakaran kemenyan, jadi pembuka dalam ritual meminta restu dari sang leluhur.Mendekati hari pencoblosan, ritual makin ketat digelar. Untuk mendapatkan daya pikat warga pengambilan tanah batas desa pun dilakoni.
Pengambilan tanah dilakukan ditempat yang lebih sakral. Sakral dan kental nilai nilai leluhur. Tak hanya sang calon kuwu saja yang wajib menjalankan ritual pemujaan. Ritual cacahan turut digelar.
Ada makna dalam yang tersimpan dari ritual yang dijalankan istri sang calon kuwu sehari sebelum pencoblosan. Selain memberikan semangat , ritual ini pun dimaksudkan agar masyarakat bisa satu suara. Berbagai ritual yang digelar jelang pemilihan punya manfaat besar bagi sang calon kuwu
Tepat pukul 11 malamm, kursi singgasana sang calon kuwu keluar dari kediamannya dan diarak menuju ke lokasi pemilihan. Jalur lintasan arak-arakan pun tak sembarangan. Utamanya wajib melewati garis batas wilayah yang akan menjadi area daerah kepemimpinannya kelak.
Sesampainya di lokasi, kursi tak dibiarkan kosong begitu saja. Calon wakil kuwu yang ditunjuk menurut hitung hitungan weton yang pas lah yang berhak mendudukinya. Tepat pukul tiga dinihari sebagai puncak ritual, giliran Sang calon kuwu yang keluar dari kediaman untuk pertama kalinya. Jalur lintasan arak-arakan yang dilewatinya tak boleh berbeda.
Panjangnya rangkaian ritual ini sebenarnya menyimpan maksud tertentu. Dunia klenik memang tak lepas dari pengaruh budaya lokal yang masih tumbuh hingga kini. Kelaziman ini tergambar dari pernak pernik para calon kandidat dalam pemilihan kuwu di hampir setiap desa yang merayakan pesta enam tahunan ini.