Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Umum PSSI sekaligus mantan bakal calon gubernur Jawa Timur (Jatim) La Nyalla Mattalitti menyatakan tidak akan mendukung Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto bila ingin maju di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Kekecewaannya itu juga sempat disaksikan beberapa pihak perwakilan dari Jawa Timur.
"Itu jelas itu saksinya, Saudara Sugiono dan Saudara Prasetyo. Yang ngomong 'Pak mohon maaf saya ini orang bego kalau mau mendukung Pak Prabowo Subianto'," kata La Nyalla di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis 11 Januari 2018.
Advertisement
La Nyalla mengaku kapok telah mendukung sosok Prabowo sejak Pilpres 2009. Menurut dia, hal itu hanya suatu hal yang sia-sia saja.
"Saya berjuang tahun 2009, 2014 sampai kemarin pun saya kibarkan bendera Prabowo Subianto, coba balasannya dia. Dia sia-siakan saya," ujar dia.
La Nyalla pun mengatakan, bila dia tidak mendukung Prabowo, pendukungnya juga tidak akan memberikan dukungan.
"Saya pun tidak mau sama dia dan saya yakin kader-kader saya di Jatim tidak akan mau mendukung Prabowo Subianto. Saya tidak akan lagi di Gerindra," jelas La Nyalla.
Situasi ini bermula saat La Nyalla gagal mencalonkan diri sebagai cagub yang diusung Partai Gerindra. Dia mengatakan Prabowo Subianto telah meminta uang sebesar Rp 40 miliar untuk biaya saksi di Pilkada Jawa Timur.
"Saya pikir main-main ternyata ditagih betul Rp 40 miliar. Alasannya untuk membayar uang saksi. Saya sudah pertegas kepada Pak Prabowo, kasih kesempatan saya, keluarkan dulu surat rekomendasinya kemudian saya kumpulkan rekan-rekan pengusaha muslim saya untuk membantu," beber La Nyalla.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tanggapan Gerindra
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membantah akan tudingan La Nyalla terkait adanya permintaan uang sebesar Rp 40 milliar oleh Prabowo Subianto. Fadli mengaku tidak pernah mendengar ataupun menemukan bukti akan pernyataan itu.
Dia meyakini Prabowo hanya menanyakan kesiapan finansial La Nyalla sebagai kebutuhan logistiknya selama Pilkada Jatim 2018.
"Kalau misalnya itu terkait dipertanyakan kesiapan untuk menyediakan dana untuk pemilik yang digunakan untuk dirinya sendiri itu sangat mungkin," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (11/1/2018).
Dia menjelaskan logistik sangat dibutuhkan saat pertarungan, apalagi kebutuhan Pillkada sangat besar. Seperti halnya untuk pemenangan baik digunakan untuk pertemuan, perjalanan, konsumsi, untuk saksi dengan jumlah tempat pemungutan suara yang sangat besar, hingga untuk gerakan relawan.
"Jadi saya kira wajar, bukan untuk kepentingan pribadi, kepentingan partai, tapi kepentingan yang bersangkutan," ujar dia.
Karena hal itu, Fadli menyebut terdapat kesalahpahaman di antara keduanya. Sehingga permasalahan itu dapat dikomunikasikan kembali.
"Saya kira itu miskomunikasi, saya kira bisa diperdebatkan apa yang dimaksud. Mungkin itu komunikasi saja," jelas Fadli.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement