100 Hari Anies-Sandi, Antara Realisasi Janji dan Kontroversi

Anies Baswedan dan Sandiaga Uno genap 100 hari memerintah DKI Jakarta.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 24 Jan 2018, 08:48 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2018, 08:48 WIB
Sah Dilantik, Anies-Sandi Resmi Pimpin DKI Jakarta
Anies Baswedan dan Sandiaga Uno berjabat tangan usai pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/10). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Anies Baswedan dan Sandiaga Uno genap 100 hari memerintah DKI Jakarta pada Rabu (24/1/2018). Dari 23 janji kampanyenya, ada tiga janji yang telah ditunaikan Anies-Sandi.

Pertama adalah pelatihan OK OCE (one kecamatan, one center for entrepreneurship). Program tersebut langsung diwujudkan dengan pelatihan wirausaha di tiap kecamatan se-Jakarta. Sandi menargetkan, setiap bulan akan ada 4 ribu pengusaha baru.

"Total ada 200 ribu entrepreneur baru selama lima tahun ke depan. Jakarta Creative Hub akan menjadi lokomotif menciptakan lapangan kerja baru berkualitas di Jakarta," ujar Sandi beberapa waktu lalu.

DKI menganggarkan Rp 82 miliar untuk membangun kantor-kantor pusat pelatihan di tiap kecamatan.

Janji kedua adalah OK Otrip. Program tersebut adalah sistem transportasi terintegrasi, di mana warga hanya dikenakan Rp 5 ribu untuk tujuan perjalanan ke mana pun dan berlaku sejak 15 Januari 2018 lalu.

Warga dapat berpindah angkutan dari Transjakarta, Kopaja, hingga angkutan kota dengan menggunakan kartu OK Otrip. "Durasi maksimal tiga jam perjalanan," kata Anies Baswedan.

Anies mengaku bersyukur salah satu janji kampanyenya sudah dapat dilaksanakan. "Kita bersyukur dalam waktu dua bulan bisa kita luncurkan. Rencana kita uji coba tiga bulan (Januari-April). Tujuannya kami ingin meladeni warga dengan lebih murah dan lebih mudah," ucap Anies. 

Realisasi janji kampanye ketiga adalah rumah DP 0 rupiah. Janji tersebut diakui Anies sebagai janji yang paling ditunggu warga ibu kota.  

Peletakan batu pertama pembangunan rumah dengan DP 0 rupiah telah dilakukan pada Kamis 18 Januari dan ditargetkan selesai dalam 1,5 tahun.

Pembangunan dilakukan di Klapa Village, Jakarta Timur, berbentuk rumah susun dan diperuntukan bagi warga Jakarta berpenghasilan di bawah Rp 7 juta. "Salah satu janji yang paling diingat warga mulai kita lunasi hari ini," ungkap Anies, di lokasi proyek.

Anies menyebut DKI akan memfasilitasi semua warga untuk memiliki rumah. Satu unit rumah DP 0 rupiah dibanderol harga Rp 320 juta untuk tipe 36 dan Rp 185 juta untuk tipe 21.

"Kita fasilitasi agar semua punya rumah. Skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) insyaallah bisa dijangkau warga dengan penghasilan di bawah Rp 7 juta," ujar Anies Baswedan. 

Kebijakan Kontroversi

Anies dan Sandi Bertemu di Masjid Sunda Kelapa
Gubernur dan Wakil Gubernur DKI terpilih, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno berpelukan saat bertemu di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, Senin (16/10). Anies dan Sandiaga datang untuk meminta doa kepada pendukung sebelum pelantikan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pada tiga bulan pemerintahannya, kebijakan Anies-Sandi tak lepas dari kontroversi. Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono mengatakan, sejauh ini Anies-Sandi tidak menjalankan program melainkan hanya melakukan evaluasi program gubernur terdahulu.

"Tidak jalankan program, tidak kerja tapi evaluasi. Mengubah dan mencabut kebijakan yang sudah bagus," kata Gembong di DPRD DKI, Selasa 23 Januari 2018.

Gembong mencontohkan, program KJP dan KJS yang menurutnya hanya diberi kata Plus. Selain itu pencabutan larangan motor, pelegalan becak, perobohan pagar Monas hingga penataan PKL Tanah Abang telah melanggar perda.

"Jadi hanya mengganti apa yang dilakukan gubernur sebelumnya. Yang sudah baik diacak-acak. Kita sebagai warga Jakarta selama 100 hari kepemimpinan Anies-Sandi ini belum bisa melihat mau dibawa ke mana arah pembangunan DKI selama 5 tahun ke depan," ucap dia.

Sebelumnya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi juga mengungkapkan kebijakan Anies-Sandi saat ini membuat Jakarta menjadi kumuh. Pras mencontohkan perobohan pagar Monas agar warga dapat menginjak rumputnya. 

"Zaman Gubernur Sutiyoso, Gubernur Foke, Gubernur Jokowi akhirnya dipagarlah itu semua, kenapa dipagar? Ini ikon ibu kota negara, daerah ring satu. Tapi kenyataannya semua (aturan) ditabrak. Saya enggak setuju, enggak realistis rumput boleh diinjak-injak," kata Pras.

"Ibu Kota sekarang kan terlihat kumuh," tegasnya.

Presetio meminta Anies tidak mengubah kebijakan gubernur lama yang sudah baik. Ia menyarankan Anies fokus dengan program memajukan Jakarta. Politikus PDIP itu juga tidak setuju pemberian lapak resmi untuk PKL Tanah Abang juga disayangkan Prasetio.

"Tanah abang itu kan ikonnya Indonesia, ikonnya presiden. Presiden itu tamu-negara diajak ke situ loh. Ini kebanggaan presiden. Tapi sayang sekarang kebijakannya gitu," ia memungkasi.

Perubahan di Balai Kota

Hari Pertama Anies Baswedan dan Sandiaga Uno Berkantor di Balai Kota
Gubernur dan Wakil Gubernur baru DKI, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno bersiap menggelar rapat dengan jajaran pejabat Pemprov DKI Jakarta di Balai Kota, Selasa(17/10). Anies-Sandi tampak necis mengenakan pakaian dinas PNS. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Selama 100 hari menjabat, terdapat sejumlah hal yang biasa dilakukan Ahok-Djarot tak lagi diteruskan Anies-Sandi. Begitu juga ada hal yang tidak dilakukan Ahok-Djarot dan kini dilakukan Anies-Sandi. 

Berikut tiga hal yang berbeda antara Ahok dan Anies saat memimpin Jakarta.

1. Aturan Pengaduan Warga

Di era Ahok, setiap pagi puluhan warga rela mengantre sejak pagi di pendopo Balai Kota untuk mengadu pada Ahok. Kini, warga yang mengadu hanya berjumlah belasan.

Anies-Sandi memang sengaja membuat sistem pengaduan di kelurahan. Dengan adanya sistem baru, jumlah pengaduan warga menurun bila dibandingkan era Ahok-Djarot.

"Supaya tidak jauh-jauh ke Balai Kota," kata Anies beberapa waktu lalu.

Sandiaga Uno menyatakan, berdasarkan pernyataan petugas yang melayani pengaduan, sebenarnya pengaduan dapat ditangani di setiap kelurahan ataupun kecamatan. Karena itu, dia berencana akan membuka pelayanan serupa di kelurahan atau kecamatan agar warga tak perlu datang jauh-jauh ke Balai Kota.

"Sehingga sistem berjalan dalam sebuah institusi yang saling melengkapi," ujar Sandi, pada 24 Oktober 2017.

Selain itu, kini jendela-jendela di ruang tamu pendopo Balai Kota tertutup oleh tirai putih. Bila sebelumnya Ahok biasa meladeni warga dengan mengajak warga masuk ke ruang tamu, kini warga bahkan media tidak dapat mengintip dan masuk ke dalam ruang tamu gubernur. 

Bila ada warga yang mengadu, Anies akan menerima di pendopo Balai Kota sambil berdiri. 

2. Pola Liputan Media 

Di era Ahok, media dapat wawancara di mana saja dan kapan saja, topik yang ditanyakan pun tidak dibatasi. Kini, wawancara hanya dilayani di sebuah ruangan bernama Balairung dengan waktu-waktu tertentu.

"Supaya lebih rapi," kata Sandi.

Selain itu, gaya irit bicara Anies-Sandi juga diikuti para kepala dinas. Terkait hal tersebut, Sandi juga mengakui, memang dirinya meminta para kepala dinas untuk lebih irit bicara terutama mengenai kebijakan. 

Namun, untuk hal teknis dan data tak ada larangan informasi.

"Kalau kadisnya mohon maaf, saya instruksikan Kadis untuk kebijakan yang lagi dikaji, jangan diumumkan dulu karena nanti malah jadi distorsi. Masyarakat nanti menginterpretasikannya lain," ujar Sandi.

Dia mencohkan kasus Tanah Abang. Dia minta pejabat terkait irit bicara sampai punya kebijakan.

"Baru sosialisasi. Jadi kalau sesuatu belum matang jangan disampaikan," ujar Sandiaga. 

Selain itu, kini Anies-Sandi hanya meladeni media lewat sebuah mimbar di Balairung Jakarta. Mimbar itu baru muncul di pemerintahan Anies-Sandi. Mimbar itu disediakan menggelar konferensi pers.  

3. Suara Azan

Di masa Anies, azan berkumandang hingga ruangan kecil di Balai Kota Jakarta. Hal berbeda karena zaman Ahok azan terdengar di Gedung dekat Masjid Fatahilah dalam kompleks Balai Kota.

Kepala Bagian Rumah Tangga Biro Umum DKI Jakarta, Rokman Lizar mengatakan hal itu merupakan arahan lisan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno. Kata dia, hal itu sebagai pertanda dan hanya khusus kumandang azan saja.

"Instruksi lisan Pak Wagub, jadi kalau bisa suara azan kedengaran di kompleks Balai Kota. Jadi begitu azan kita salat, begitu saja," kata Rokman, 28 Oktober 2017.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya