Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan berkas perkara Fredrich Yunadi ke tahap penuntutan. Pelimpahan berkas perkara tetap dilakukan, meski mantan pengacara Setya Novanto itu tengah mengajukan praperadilan status tersangka Fredrich atas dugaan menghalangi penyidikan kasus e-KTP.
Pengacara Fredrich, Sapriyanto Refa, mengaku belum mengetahui kasus kliennya telah dilimpahkan. Namun, dia meyakini praperadilan yang diajukan tidak gugur meski Fredrich Yunadi akan menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam waktu dekat.Â
"Belum tentu juga (praperadilan gugur). Kan di sana (Pengadilan Tipikor Jakarta) ada mekanismenya berapa hari baru bisa disidangkan. Jadi enggak otomatis gugur, tunggu dulu. Kita lihat persidangan di sana kapan digelarnya," ujar Refa saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat (2/2/2018).
Advertisement
Menurut dia, langkah KPK terkesan terburu-buru dalam menangani perkara kliennya. Dia ingin melihat keseriusan KPK, dengan menghadiri sidang praperadilan perdana Fredrich Yunadi yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin 5 Februari 2018.
"Iyalah (terburu-buru), kita lihat saja nanti di sidang praperadilan hari Senin. Senin kan sidang praperadilan, kita lihat saja nanti, apakah KPK akan hadir," ucap Refa.
Â
Dugaan KPK
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Fredrich dan dokter Bimanesh sebagai tersangka atas dugaan menghalang-halangi penyidikan kasus Setya Novanto.
KPK menduga data medis terdakwa kasus e-KTP, Setya Novanto, dimanipulasi. Ini yang menjadi dasar bagi KPK menetapkan mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, dan dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, sebagai tersangka.
Menurut dia, skenario ini disusun untuk menghindari pemeriksaan Setya Novanto oleh penyidik KPK.
Selain itu, KPK memastikan mantan penasihat hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi memesan satu lantai di RS Medika Permata Hijau sebelum Setnov mengalami kecelakaan. KPK mengaku memiliki bukti terkait pemesanan tersebut.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement