Liputan6.com, Jakarta - Sejak terpilih pada 13 Maret 2013, Paus Fransiskus telah menandai sejarah sebagai Paus "serba pertama."
Ia adalah Paus dari ordo Jesuit pertama, Paus pertama dari Amerika Latin, Paus pertama yang memilih nama Fransiskus, dan Paus pertama yang terpilih saat pendahulunya masih hidup.
Advertisement
Baca Juga
Namun di balik berbagai pencapaian simbolik itu, Jorge Mario Bergoglio tak ingin dikenang sebagai pemecah rekor, melainkan sebagai pemrakarsa proses yang mengubah Gereja Katolik dari dalam.
Advertisement
Sebagai pemimpin spiritual yang datang "dari ujung bumi," Paus Fransiskus menolak tinggal di Istana Apostolik dan memilih kediaman yang lebih sederhana.
Mengutip Vatican News, Selasa (22/4/2025), ia membuka jalan bagi reformasi struktural Gereja: membentuk Dewan Kardinal, memberi peran kepada perempuan dan awam dalam Kuria, serta menghapus kerahasiaan pontifikal untuk kasus kekerasan seksual.
Dalam berbagai tindakan profetiknya, Paus Fransiskus juga menjadi yang pertama dalam banyak hal lain: dari membuka pintu dialog lintas iman dengan menandatangani "Dokumen Persaudaraan Manusia" bersama Imam Besar Al-Azhar di Abu Dhabi, hingga menghapus hukuman mati dari Katekismus Gereja Katolik.
Selama 12 tahun masa kepemimpinannya, Paus Fransiskus menulis dalam Evangelii Gaudium bahwa misinya bukan mencapai garis akhir, tetapi memulai proses transformasi.
Baik proses yang sudah selesai, sedang berjalan, maupun yang masih jauh untuk diraih. Baginya, perubahan sejati datang melalui langkah-langkah jangka panjang yang dibangun atas dasar perjumpaan, kolaborasi, dan keterbukaan.
Paus Pertama yang Kunjungi Irak
Paus Fransiskus menjadi Paus pertama yang mengunjungi Irak di tengah pandemi dan ketegangan keamanan, serta Paus pertama yang membuka Pintu Suci Yubileum di luar Roma, tepatnya di Bangui, Republik Afrika Tengah—salah satu wilayah termiskin dan terdampak konflik.
Dalam lebih dari 47 perjalanan internasional, ia menyentuh luka-luka kemanusiaan di Lampedusa, Lesbos, Mosul, dan Qaraqosh.
Dengan tekad yang sama, pada usia 87 tahun, ia menjalani perjalanan terpanjangnya ke Indonesia, Timor Leste, Papua Nugini, dan Singapura, membawa pesan persaudaraan, dialog lintas agama, perhatian pada lingkungan, dan solidaritas dengan kaum miskin.
Selama pontifikatnya, Paus Fransiskus menulis empat ensiklik penting: Lumen Fidei, Laudato si’, Fratelli Tutti, dan Dilexit Nos. Masing-masing membawa pesan mendalam tentang iman, lingkungan, persaudaraan, dan cinta ilahi.
Ia juga menerbitkan tujuh eksortasi apostolik dan hampir 60 surat Motu Proprio yang memperbarui sistem hukum Vatikan, termasuk Vos Estis Lux Mundi yang mengukuhkan akuntabilitas dalam penanganan kasus pelecehan di Gereja.
Advertisement
