Pemerintah Persiapkan Kepindahan Tahanan Abu Bakar Baasyir

Wiranto menuturkan, masih menunggu laporan, bagaimana kondisi tempat yang akan digunakan untuk menahan Baasyir. Serta keamanan dan faktor kesehatannya.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 07 Mar 2018, 19:06 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2018, 19:06 WIB
abu bakar baasyir
Kondisi Abu Bakar Baasyir ketika berada di RSCM, Kamis 1 Maret 2018. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah sepakat untuk memindahkan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir ke Lapas di Klaten, Jawa Tengah. Persiapan pun dilakukan guna mengecek kelayakan tempat baru bagi Baasyir.

"Sudah jelas kok bahwa akan dipindahkan. Kapan ya nanya sama polisi, nanti sama Kumham," ucap Wiranto di kantornya, Jakarta, Rabu (7/3/2018).

Wiranto menuturkan, masih menunggu laporan, bagaimana kondisi tempat yang akan digunakan untuk menahan Baasyir. Serta keamanan dan faktor kesehatannya.

"Pemindahannya bagaimana, tempatnya bagus apa enggak. Penjagaannya gimana, prosedurnya bagaimana, makannya di sana bagaimana, dokternya bagaimana," ungkap Wiranto.

Karena itu, jika belum siap, pihaknya tidak akan memindahkan Baasyir ke tempat barunya. Sehingga tak mau terburu-buru.

"Enggak terus tiba-tiba saya perintahkan besok. Kalau enggak siap bagaimana? Jadi tunggu, sabar," pungkas Wiranto.

 

Tolak Grasi

 

Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM), Mahendradatta, menjelaskan alasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir menolak mengajukan grasi ke Presiden Jokowi. Padahal, kondisi kesehatannya saat ini sudah tidak memungkinkan untuk menjalani hukuman kurungan.

"Abu Bakar Baasyir tidak pernah mau mengajukan grasi, karena grasi menurut orang awam diyakini sebagai sebuah pengampunan dengan pengakuan kesalahan," kata dia, Rabu (7/3/2018).

Mahendradatta mengatakan, pemberian grasi bertolak belakang dengan keyakinan Abu Bakar Baasyir. Berdasarkan undang-undang, pengajuan grasi harus disertai pengakuan bersalah.

"Sementara, Abu Bakar Baasyir sampai hari yakin tidak bersalah. Bahkan, Abu Bakar Baasyir bersedia untuk mati apabila dipaksa mengaku bersalah," jelas dia.

Lain halnya, apabila Presiden Jokowi berencana memberikan amnesti atau bahkan abolisi. "Mengenai abolisi dan amnesti lain perkara. Itu pengampunan juga tetapi tidak dengan pengakuan bersalah," tutup dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya