Liputan6.com, Jakarta - Narapidana terorisme Abu Bakar Baasyir tengah mengalami penurunan kondisi kesehatan. Wacana menjadikannya tahanan rumah pun santer terdengar dengan alasan kemanusiaan.
Lalu bagaimana tanggapan korban Bom Bali I mengingat Baasyir terlibat pemufakatan jahat dalam kasus Bom Bali I?
Chusnul Khotimah (48) tak mempermasalahkan apabila Abu Bakar Baasyir berubah status menjadi tahanan rumah. Namun, ibu tunggal dari tiga anak ini meminta pemerintah memastikan bahwa Bassyir sudah tidak menganut paham jihad ekstremis.
Advertisement
"Kalau memang dia sudah insyaf ya, sudah menyadari kesalahannya, ya saya terima gitu tapi kalau dia belum insyaf wah soalnya dia kan juga istilahnya kalau orang Itali geng mafia-mafia gitu, dia kan big boss-nya," ujar Chusnul kepada Liputan6.com, Jumat (9/3/2018).
Chusnul juga memberi syarat agar Baasyir menyebarkan pemahaman kepada pengikutnya bahwa selama ini apa yang diyakininya tidaklah tepat.
"Jadi dia ya sudah dikasih pemerintah keluangan begitu ya harus memberikan contoh ke anak-anak buahnya kalau memang jihad yang dilakukannya itu salah," pesan Chusnul.
Perempuan yang baru ditinggal wafat suaminya ini tak menampik bahwa trauma yang membayanginya selama 15 tahun masih ada. Ia mengaku khawatir apabila status tahanan rumah Baasyir bisa kembali mengaktifkan aksi-aksi terorisme di Indonesia.
"Ya takut. Takutnya nanti ada korban kayak saya lagi," keluh Chusnul.
Dia berharap, apabila permohonan tahanan rumah Baasyir dikabulkan, pemerintah mampu menjamin keamanan masyarakat dari kemungkinan munculnya aksi terorisme.
"Yang mengetahui benar tidaknya taubat-nya (Abu Bakar Baasyir) kan yang di atas-atas itu. Mereka-mereka yang menangani Abu Bakar kayak Densus gitu kan yang mengetahui perkembangannya Abu Bakar," imbuh dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Menyembuhkan Trauma Itu
Bagi Chusnul, menghapus kenangan pedih pasca-kejadian bom Bali I tidaklah mudah. Bertahun-tahun dendam kepada pelaku terus membara di hatinya.
"Sangat-sangat dendam, sangat-sangat dendam," tutur Chusnul menggambarkan perasaannya kala itu di Hotel Borobudur Jakarta Pusat, Rabu, 28 Februari 2018.
Chusnul harus berjuang membiayai pengobatannya sendiri selama 15 tahun. Korban bom Bali I ini menderita cacat 70 persen luka bakar di sekujur tubuhnya termasuk wajah.
Usaha sablon yang didirikannya di dekat lokasi bom Bali I waktu itu luluh lantak. Setelah itu, ia kembali ke kampung halamannya di Sidoarjo dan memulai usaha dengan berjualan sayur.
Chusnul juga mengisahkan saat seorang ustaz mendatangi dirinya dan meminta Chusnul untuk memaafkan pelaku bom. Namun, dendam itu belum juga sirna.
"Sampai ada ustaz kayak kasih saya wejangan 'Bu Chusnul sudah' dikasih wejangan, terus dipertemukan dengan pelaku (bomnya) salah satu orang teroris," kata Chusnul.
Selain karena penderitaan yang dideritanya pascatragedi bom, kekecewaan Chusnul semakin bertambah saat pemerintah membuat program yang dianggap lebih mendukung mantan teroris.
Pada waktu itu, Kemensos berjanji akan memberdayakan mantan teroris. Anak sulung Chusnul pun geram dan berniat menjadi teroris karena tertarik dengan janji yang diberikan Kemensos tersebut.
Akan tetapi, dirinya memilih untuk memaafkan. Sebab, ia sadar bara dendam yang terus ditanam oleh dirinya tidak akan memberi keuntungan apa pun.
"Allah itu maha pemaaf, masa saya tidak memaafkan mereka-mereka," tutup Chusnul.
Advertisement