Liputan6.com, Jakarta - Lima anggota Polri dan satu narapidana teroris meninggal dunia dalam kerusuhan di Rutan Salemba cabang Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Dalam tragedi itu, banyak senjata api berserakan di dalam sel tahanan.
Ini seolah menjadi bukti perlawanan napi kepada aparat sangat nyata. Polri pun diminta serius mengevaluasi tempat penyimpanan senjata api.
"Polri perlu mengevaluasi semua tempat penyimpanan senjata apinya agar tidak mudah dikuasai pihak lain. Sebab dari pantauan IPW banyak tempat penyimpanan senjata api Polri sangat tidak representatif," kata Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (10/5/2018).
Advertisement
Menurut dia, untuk mencegah tragedi tersebut terulang, polisi diminta tidak mengumpulkan para tahanan teroris dalam satu tempat. Terlebih jumlah sipir di Rutan Mako Brimob terbatas.
"Jangan pernah lagi mengumpulkan tahanan teroris dalam jumlah besar dalam satu tempat, apalagi jumlah sipirnya terbatas seperti di Rutan Brimob," jelas Neta.
IPW juga mendesak Kapolri Jenderal Tito Karnavian bertindak tegas mencopot pejabat yang bertanggung jawab terhadap kerusuhan di Rutan Mako Brimob. Selama ini dia menilai, tanggung jawab pengelolaan Rutan Mako Brimob adalah Bareskrim Polri, sementara tanggung jawab lokasi adalah Korbrimob.
"Sebab akibat kecerobohan mereka dan tidak adanya pengawasan simultan yang mereka lakukan, terjadi kekacauan di Rutan Brimob yang membuat lima polisi dibunuh tahanan teroris," tutur Neta.
Â
Live di Medsos
Selain menyoroti tanggung jawab pengelolaan Rutan Mako Brimob, IPW melihat mentalitas sipir yang terlalu mudah disuap perlu diubah. Sebab dengan uang suap hampir semua tahanan di negeri ini, termasuk tahanan teroris bisa memasukkan alat komunikasi.
"Sangat ironis ketika terjadi kekacauan di Rutan Brimob para tahanan teroris bisa melakukan live lewat medsos," pungkasnya.
Â
Saksikan video menarik berikut ini:
Advertisement