Menristekdikti Ancam Pecat Dosen Berpaham Radikal

Nasir mengaku mendapat laporan adanya sejumlah dosen yang terindikasi berpaham radikal.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 16 Mei 2018, 16:42 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2018, 16:42 WIB
20160721-Menristek Dikti Muhammad Nasir-M Nasir-Jakarta- Herman Zakharia
Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristek Dikti) Muhammad Nasir saat melakukan kunjungan ke Liputan6.com, Jakarta, Kamis (21/7). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi (Ristek Dikti) M. Nasir menegaskan akan memberi sanksi tegas kepada dosen yang terindikasi berpaham radikal. Apalagi, jika dosen tersebut menyebarkan pahamnya di lingkungan kampus.

Menurut Nasir, sanksi yang diberikan bisa berupa pemecatan atau pemberhentian bagi dosen yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).

"Kalau sanksi ya sesuai kalau pegawai negeri ada UU ASN tentang prinsip pegawai, itu nanti ada sanksinya," kata Nasir di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (16/5/2018).

Sementara untuk dosen swasta, Nasir meminta pihak kampus untuk mengambil langkah tegas. Yaitu dengan memberhentikan dosen yang bersangkutan dari kegiatan mengajar di lingkungan kampus.

"Semua harus mengikuti apa yang ada di peraturan yaitu masalah radikalisme dan intoleran, kita harus bersihkan jangan sampai ada," tegas Nasir.

Nasir mengaku mendapat laporan adanya sejumlah dosen yang terindikasi berpaham radikal. Hanya saja ia enggan menyebut lebih jauh terkait hal tersebut.

"Kami sudah ada. Ada diberhentikan sementara ada dosen, dekan, ada juga kajur prodi juga diberhentikan," tandas Nasir.

Saksikan video pilihan di bawah ini

Akselerasi Pendidikan

Sebelumnya, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menyatakan, pendidikan di Indonesia harus bisa berakselarasi. Dia meyakini untuk menjadi doktor seseorang tidak harus menunggu usia 50 tahun.

"Kalau bisa ada acceleration graduate program, jadi program doktor berdasarkan pada akselarasi. Saya berkeinginan jadi doktor tidak harus di usia 52, bisakah doktor di usia di bawah 25? Bisa," ujar Menteri Nasir di Jakarta Convention Centre (JCC), Sabtu (12/5/2018).

Menristekdikti berpandangan, anak Indonesia secara akademik memiliki kemampuan lebih dari rata-rata. Karenanya, negara berkewajiban memfasilitasi hal tersebut.

"Karena kalau tidak difasilitasi akan menjadi problem. Jadi bisa kita rancang dengan baik," tutur Nasir.

Tentunya, program akselarasi tersebut wajib menitikberatkan soal mutu dan inovasi. 

"Jadi masalah mutu harus kita tajamkan. Inovasi juga sangat penting. Kalau tidak, kita tidak akan bisa bersaing," ujar Menristekdikti.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya