Liputan6.com, Jakarta - Di tengah berbagai persoalan bangsa belakangan ini, sosok Presiden RI keempat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sangat dirindukan. Sosok almarhum Gus Dur dinilai bisa menjadi penyejuk di tengah menguatnya politik identitas belakangan ini.
Hal itu disampaikan peneliti senior LIPI, Mochtar Pabottingi, saat peluncuran buku berjudul Hari-Hari Terakhir Bersama Gus Dur karya mantan Menteri Sekretaris Negara Bondan Gunawan di Museum Nasional, Jakarta, Rabu (25/7/2018) malam.
"Tiap kali terbit buku bagus tentang Gus Dur, tiap kali kita merasakan kerinduan atas sosok beliau. Kita sangat merasa kehilangan beliau. Terutama selama tiga tahun terakhir kita merasa betul kehilangan dan merasa betul ketiadaan sosok Gusdur," jelas Mochtar.
Advertisement
Sosok Gus Dur menurutnya tak tergantikan. Dialah yang telah berusaha menguatkan ikatan kebangsaan semasa hidupnya dengan memberi penghormatan tinggi kepada para minoritas yang hidup di negeri ini.
"Luar biasa. Tidak tergantikan. Sangat-sangat terasa betul kita kehilangan. Mengapa? Karena ikatan kebangsaan kita begitu dicabik-cabik. Dicabik-cabik lewat jalur demokrasi," jelas Mochtar saat ditemui usai peluncuran buku.
Sistem demokrasi yang dapat mengancam persatuan bangsa menurutnya hal yang sangat ceroboh dan naif. Karena itulah menurutnya negara ini perlu pemimpin yang seperti Gus Dur. Nilai-nilai warisan Gus Dur harus diserap para calon pemimpin bangsa.
"Pengaruh Gus Dur kan besar sekali. Cuma yang cemerlang, menjulang dan sekaliber seperti itu belum ada lagi. Yang suaranya menasional bahkan mendunia sebagai penegak kemajemukan, penghormatan pada minoritas," jelas Mochtar.
Selain Gus Dur, tokoh bangsa yang harus dicontoh menurutnya ialah Buya Hamka dan Nurcholis Madjid. Hamka adalah cerminan tokoh yang nasionalis religius dan Nurcholis Madjid mengenalkan Islam sebagai agama yang tinggi derajatnya.
"Hamka itu Islam dan keindonesiaan tak bisa dipisahkan. Nurcholis Majid menunjukkan Islam itu sesuatu yang secara historis mulia, tinggi derajatnya dan Gus Dur yang bisa menampung tentang kebangsaan itu secara sangat-sangat tak tertandingi oleh yang lainnya," ucap Mochtar.
"Penghormatan terhadap minoritas itu sangat tulus. Sangat cerdas. Itu yang susah karena memang adanya minoritas itu adalah syarat terbentuknya bangsa," tandas dia.
Â
Reporter: Hari Ariyanti
Saksikan video pilihan di bawah ini: