MUI: Kasus Meiliana Tak Sebatas Keluhan Volume Suara Azan

MUI menyesalkan reaksi pihak atas vonis Meiliana yang justru menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Agu 2018, 10:06 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2018, 10:06 WIB
20161107-CMS-Stok MUI-YR
Gedung MUI. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Medan memvonis Meiliana 18 bulan penjara karena terbukti menodai agama setelah meminta pengurus masjid mengecilkan volume pengeras suara azan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyesalkan reaksi pihak atas vonis Meiliana yang justru menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

"MUI menyesalkan banyak pihak yang berkomentar tanpa mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Sehingga pernyataannya bias dan menimbulkan kegaduhan dan pertentangan di tengah-tengah masyarakat," kata Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (25/8/2018).

MUI meminta pihak yang mempersoalkan vonis diberikan kepada Meiliana melihat kasus tersebut secara luas. Sebab, MUI berpandangan kasus menjerat Meiliana tak hanya sebatas volume suara azan melainkan keluhan disampaikan terdakwa mengandung unsur penodaan agama.

"Jika masalahnya hanya sebatas keluhan volume suara azan terlalu keras, saya yakin tidak sampai masuk wilayah penodaan agama, tetapi sangat berbeda jika keluhannya itu dengan menggunakan kalimat dan kata-kata yang sarkastik dan bernada ejekan, maka keluhannya itu bisa dijerat pasal tindak pidana penodaan agama," kata Zainut.

MUI mengungkap kasus dialami Meiliana sama halnya dialami Rusgiani (44) yang dipenjara 14 bulan karena menghina agama Hindu. Ibu rumah tangga itu menyebut canang atau tempat menaruh sesaji dalam upacara keagamaan umat Hindu dengan kata-kata najis.

Kemudian kasus penodaan agama dilakukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat berpidato di Jakarta Utara. Ahok divonis 2 tahun penjara usia majelis hakim menilai pidatonya terbukti melakukan penodaan agama karena menyinggung surat Al Maidah ayat 51.

"Hendaknya masyarakat lebih arif dan bijak dalam menyikapi masalah ini, karena hal ini menyangkut masalah yang sangat sensitif yaitu masalah isu agama. Jangan membuat pernyataan yang justru dapat memanaskan suasana dengan cara menghasut dan memprovokasi masyarakat untuk melawan putusan pengadilan. Apalagi jika pernyataannya itu tidak didasarkan pada bukti dan fakta persidangan yang ada," kata Zainut.

MUI berharap agar masyarakat mengambil hikmah dan pelajaran berharga dari berbagai kasus yang terjadi. Yakni dalam sebuah masyarakat yang majemuk dibutuhkan kesadaran hidup bersama untuk saling menghomati, toleransi dan sikap empati satu lainnya.

"Sehingga tidak timbul gesekan dan konflik di tengah-tengah masyarakat."

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Kasus Meiliana

Meiliana, seorang ibu di Tanjungbalai, Sumatera Utara divonis 1 tahun 6 bulan penjara atas kasus penistaan agama. Semua berawal dari kata-kata, "Kak, tolong bilang sama uwak itu, kecilkan suara masjid, sakit kupingku, ribut." 

Kalimat itu diucapkan Meiliana pada salah satu tetangganya di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjungbalai Kota I, Tanjungbalai Selatan, Tanjungbalai, Jumat 22 Juli 2016. Ia menilai, volume suara yang keluar dari speaker Masjid Al Makhsum terlalu keras. 

Permintaan itu langsung disampaikan. Entah bagaimana jalan ceritanya, malam itu juga, kediaman Meiliana didatangi para pengurus masjid. Adu argumen pun tak terelakkan.

Setelah pengurus masjid kembali untuk melaksanakan salat Isya, suami Meiliana, Lian Tui, datang ke rumah ibadah tersebut untuk meminta maaf. Namun kejadian itu terlanjur menjadi perbincangan warga.

Sekitar pukul 21.00 WIB, kepala lingkungan membawa Meiliana ke kantor kelurahan setempat. Namun, sekitar pukul 23.00 WIB, warga semakin ramai dan berteriak-teriak.

Tidak hanya itu, warga mulai melempari rumah Meiliana. Kemarahan meluas. Massa mengamuk dengan membakar serta merusak satu vihara, lima klenteng, tiga mobil, dan tiga motor.

Insiden tersebut akhirnya masuk ke ranah hukum. Meiliana dilaporkan ke pihak kepolisian. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara kemudian mengeluarkan pernyataan yang menegaskan, perempuan itu telah melakukan penistaan agama.

Meiliana kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 30 Mei 2018 dan jaksa mendakwanya dengan Pasal 156 dan 156a KUHP tentang penodaan agama.

 Meiliana, warga Tanjung Balai, Sumatera Utara divonis 18 bulan penjara setelah mengeluhkan volume azan.Pada Selasa 21 Agustus 2018, Meiliana berlinang air mata saat mendengar majelis hakim Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis penjara 1 tahun 6 bulan.

Ketua Majelis Hakim Wahyu Prasetyo Wibowo, menyatakan wanita 44 tahun itu terbukti bersalah melakukan perbuatan penodaan agama yang diatur dalam Pasal 156A KUHPidana.

"Atas perbuatannya, terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan, dikurangi masa tahanan," kata Wahyu. Menyikapi putusan ini, Meiliana dan pengacaranya langsung menyatakan banding.

 

Reporter: Muhamad Agil Aliansyah

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya