Pengamat: Kepercayaan terhadap Jokowi Masih Tinggi, Meski Rupiah Lemah

Tingginya kepercayaan kepada Jokowi tidak lepas dari kinerja pemerintah yang baik serta sikap antikorupsi Presiden Jokowi.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Sep 2018, 06:34 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2018, 06:34 WIB
20161219-Jokowi Resmi Luncurkan Uang Rupiah Baru-Jakarta
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi sambutan dalam peluncuran uang rupiah baru dengan tahun emisi 2016 di Jakarta, Senin (19/12). Sebanyak tujuh uang rupiah kertas dan empat uang rupiah logam diperkenalkan kepada masyarakat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Profesor Budyatna berpendapat, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi masih sangat tinggi, meski nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah.

"Kondisi 1998 dan saat ini sangat berbeda jauh. Dulu terjadi krisis moneter, saat ini tidak. Sekarang, tingkat kepercayaan terhadap Pemerintahan Jokowi masih sangat tinggi. Sedangkan 1998, kepercayaan terhadap Soeharto begitu anljok," kata Budyatna di Jakarta, Sabtu (8/9/2018).

Ia menilai, tingginya kepercayaan kepada Jokowi tidak lepas dari kinerja pemerintahan yang memang baik serta sikap antikorupsi Presiden Jokowi. Berbagai prestasi yang ditorehkan Jokowi, terutama dalam pembangunan infrastruktur, menunjukkan bahwa pemerintah memang fokus pada kerja.

"Jokowi orang yang jujur, tidak korupsi. Uangnya dipakai untuk membangun. Itu yang membuat kepercayaan kepada pemerintah masih sangat tinggi," ucap Budyatna seperti dikutip Antara.

Tingginya kepercayaan terhadap Jokowi, jelas dia, bertolak belakang dengan kondisi yang dialami Soeharto pada saat krisis 1998. Ketika itu korupsi terjadi dalam lingkar dalam (inner circle) Soeharto, termasuk para kroni dan anak-anaknya.

Bahkan, anak-anak Soeharto yang semuanya terjun ke dunia bisnis, menurut Budyatna, sudah terbiasa meminjam uang dari bank dan tidak mengembalikan. Rendahnya kepercayaan terhadap Soeharto juga ditandai dengan mundurnya 14 menteri bidang ekonomi.

Sementara itu, pengamat ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Aji Sofyan Effendi, juga mengatakan hal senada, bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini berbeda jauh dibandingkan 1998.

"Jauh berbeda. Dari berbagai indikator makro, saat ini kondisi kita jauh lebih kuat dibandingkan 1998 sehingga sama sekali tidak mengkhawatirkan," kata Aji.

Fundamental ekonomi era Soeharto, menurut Aji, sangat rapuh. Buktinya, ketika pelemahan menimpa mata uang negara-negara Asia Tenggara, hanya Indonesia yang tidak bisa bangkit.

Sedangkan Singapura dan Malaysia cepat bangkit, termasuk baht Thailand yang mengalami pelemahan cukup parah.

"Indonesia sendiri pada 1998, jangankan recovery. Pelemahan nilai tukar rupiah justru merembet pada krisis yang sangat kompleks. Mulai krisis moneter, hingga krisis kepercayaan dan krisis politik yang menyebabkan Soeharto tumbang," tutur Aji.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pertumbuhan dan Inflasi

20150812-Rupiah-Anjlok
Petugas memperlihatkan uang pecahan US$100 dan rupiah di pusat penukaran uang, Jakarta, , Rabu (12/8/2015). Reshuffle kabinet pemerintahan Jokowi-JK, nilai Rupiah terahadap Dollar AS hingga siang ini menembus Rp 13.849. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Bertolak belakang dengan 1998, fundamental ekonomi Indonesia yang dibangun Pemerintahan Jokowi sangat kuat, sehingga tidak mungkin merembet ke krisis moneter apalagi krisis kepercayaan kepada pemerintah.

Dua indikator makro terkait kuatnya fundamental ekonomi Indonesia saat ini, kata Aji, adalah pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,2-5,3 persen, sedangkan inflasi juga bagus, di bawah lima persen.

"Pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi adalah indikator terpenting. Ibarat manusia, keduanya adalah jantung. Dan karena masih kuat, dipastikan bahwa kondisi Indonesia masih sangat aman," pungkas Aji.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya