Liputan6.com, Jakarta - Sejak resmi ditinggal Sandiaga Uno pada 27 Agustus 2018 lalu, kursi wakil gubernur DKI Jakarta hingga saat ini masih kosong.
Gubernur DKI Anies Baswedan mengaku tak masalah untuk sementara waktu mengurus ibu kota sendiri. Meski tak mengeluh, namun beban kerja mantan Mendikbud itu bertambah.
Terlihat dari agenda Anies, yang semula jadwal harian biasanya hanya satu atau dua acara, kini penuh hingga sore. Satu masalah lagi yang paling menonjol sepeninggal Sandiaga yakni tersendatnya program OK OCE.
Advertisement
Sejak Sandi mundur, sejumlah OK OCE Mart tutup dan sepi pembeli. Kedua, program DP 0 persen jalan di tempat. Padahal pemerintah sudah melakukan peletakan batu pertama Februari 2018 lalu. Namun, pembangunan hunian tersebut belum juga dimulai hingga saat ini.
Padahal, program itu dijanjikan sudah dapat dipesan warga pada April 2018. Menurut Dinas Perumahan, Pemprov masih menggodok skema pembayaran yang belum juga disepakati hingga kini.
Program lain yang juga mandek yakni OK Otrip atau program transportasi satu harga. Meski diklaim Pemprov sudah berjalan, nyatanya hingga kini program angkot terintegrasi itu baru tahap uji coba.
Anies mengatakan, sejumlah masalah terjadi bukan karena kepergian Sandi. Meski demikian, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengimbau agar jabatan wakil gubernur DKI Jakarta tidak kosong terlalu lama.
Lantas siapa yang akan menggantikan posisi Sandiaga?
Dua partai yang berkoalisi mengusung pasangan Anies-Sandiaga di Pilkada 2017 lalu yakni Gerindra dan PKS, disebut-sebut memperebutkan posisi itu. Bahkan belakangan kedua partai saling klaim sebagai pihak yang paling berhak mendapat kursi wagub DKI.
PKS sendiri sudah mengajukan dua nama yakni Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto. Ketua Bidang Hubungan Masyarakat DPP PKS Dedi Supriyadi mengatakan, kedua nama itu dipilih karena berpengalaman.
"Pak Achmad Syaikhu itu berpengalaman sebagai anggota DPRD dari tingkat kota kemudian provinsi, kemudian menjadi wakil wali kota juga," ujar Dedi ketika dihubungi, Rabu (19/9/2018).
Sedangkan Agung, yang saat ini menjadi sekretaris DPW PKS DKI Jakarta, dinilai tepat menggantikan Sandi karena latar belakangnya sebagai pengusaha sukses.
"Profiling ini cukup dekat dengan figur wagub sebelumnya yaitu Pak Sandiaga Uno," ujar Dedi.
Menurut Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, dua nama ini sudah diputuskan di intenal PKS dan telah dikomunikasikan dengan Partai Gerindra, yang menjadi mitra koalisi di DKI.
"Sudah fix, sudah resmi (2 nama itu diajukan jadi wagub DKI)," kata Hidayat kepada Liputan6.com saat dikonfirmasi terkait hal itu, Rabu (19/9/2018), di Jakarta.
Hidayat menegaskan, dua nama ini muncul tidak ujug-ujug karena keinginan PKS untuk mendapatkan kursi wagub DKI, tapi merupakan hasil pembicaraan panjang dengan Gerindra.
"Syarat untuk pergantian gubernur atau wakil gubernur bukan diajukan oleh perseorangan, tapi diajukan oleh koalisi partai, artinya ya oleh Gerindra dan PKS. Masing-masing partai punya aturan sendiri dan punya komunikasi dengan partai yang lain," papar Hidayat.
Pendapat Anies
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut wakil gubernur pengganti Sandiaga Uno harus berdasarkan usulan yang disepakati PKS dan Gerindra. Hal ini lantaran keduanya merupakan partai pengusung Anies-Sandiaga pada Pilkada DKI 2017 lalu.
"Kursi wagub itu diusulkan oleh dua partai pengusung, bukan oleh satu partai. Pengusung ada dua, Gerindra dan PKS," kata Anies usai menjadi inspektur upacara dalam peringatan Hari Rapat Raksasa Ikada ke-73 di Lapangan Monas Jakarta, Rabu (19/8/2018).
Anies enggan berandai-andai soal nama Wagub DKI tersebut. Kendati saat ini sudah ada beberapa nama yang beredar, dia lebih menunggu hasil kesepakatan dari PKS dan Gerindra.
"Karena itu nanti, dua nama itu adalah dua nama yang dikirimkan oleh PKS dan Gerindra. Isi kesepakatannya apa, itu nanti di mereka," ucapnya.
Saksikan video terkait perebutan kursi Wagub DKI berikut ini:
Arti di Balik Senyum Prabowo?
Berbeda dengan klaim PKS, Wakil Sekjen Gerindra Andre Rosiade mengatakan, secara kepatutan, pengganti Sandiaga Uno seharusnya dari Gerindra. Dia juga menyebutkan bahwa calon tunggal dari Gerindra adalah Mohamad Taufik.
"Kalau dari DPD Gerindra DKI sudah mengusulkan nama Mohamad Taufik, nah tapi keputusan ada di tangan Ketum Gerindra dan Ketua Dewan Pembina kami, yakni Pak Prabowo," ujar Andre kepada Liputan6.com, Rabu (19/9/2018).
Meski hingga saat ini belum ada keputusan dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto soal pengganti Sandiaga, Ketua Fraksi DPRD DKI Jakarta Abdul Ghoni memastikan, pihaknya akan all out menjadikan Taufik menjadi wakil gubernur menggantikan Sandiaga Uno yang mundur karena maju pilpres.
Ghoni mengaku punya alasan kuat mengapa ngotot mengajukan nama Taufik.
"Beliau sangat tepat dan pantas jadi wagub karena sangat paham DKI. Kalau bukan dia, kita takut gagal paham nantinya," ujar Ghoni kepada Liputan6.com, Rabu (19/9/2018).
Ghoni menyatakan, partainya sah-sah saja getol mendorong Taufik. Sebagai partai yang juga mengusung Anies-Sandiaga, pihaknya punya hak yang sama dengan PKS untuk mengajukan nama wagub pengganti.
"PKS tolong baca Permendagri bahwa hak untuk mengisi kekosongan wagub dua partai, Gerindra dan PKS," ujarnya.
Pihaknya mengaku sudah lobi-lobi dengan fraksi lain di DPRD DKI agar sepakat mengusung M Taufik sebagai wagub pengganti.
Taufik juga bersikukuh akan mendapatkan posisi wagub DKI. Dia mengatakan, namanya telah diajukan oleh DPD DKI ke DPP Gerindra dan telah dibahas di tingkat pusat.
"Udah diomongin (di tingkat DPP), Insyaallah M Taufik juga," jawab Taufik saat dikonfirmasi di Gedung DPRD DKI, Rabu sore.
Dia juga memastikan, telah membicarakan hal ini dengan Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto.
"Udah (bicara ke Prabowo), senyum-senyum saja," lanjut Taufik. Dia menafsirkan, senyum Prabowo sebagai tanda setuju dirinya menggantikan posisi Sandiaga.
Soal dua nama yang telah diajukan PKS dan telah disepakati Gerindra, Taufik mengatakan, sebagai Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, dia merasa belum pernah menandatangani kesepakatan dua nama dari PKS itu.
"Belum ada kesepakatan antara Gerindra dan PKS soal dua nama itu. Saya sih belum tanda tangan ya," kata Taufik.
Dia mengaku, saat ini sedang memperkuat dukungan dan sudah mendapat dukungan dari sesama anggota partai di tingkat DPD.
"Rapat pimpinan partai ini mau saya perluas lagi. Hari Jumat saya undang semua DPC, nah itulah mekanisme pengambil keputusan di Gerindra," ujar Taufik.
Dia menyebut, apa yang dilakukan PKS dengan mengumumkan dua nama itu karena takut bersaing dengan dirinya dalam voting pemilihan wagub DKI di DPRD.
"PKS jangan takut bertanding di DPRD, jelas, kan fair dong. Belum tentu juga saya yang menang, belum tentu saya dipilih juga oleh kawan-kawan DPRD," ujar Taufik.
Dia mengatakan, pemilihan wagub seharusnya tidak rumit. Partai koalisi yakni Gerindra dan PKS, harus mengirim dua nama kandidat wagub untuk dipilih oleh DPRD.
"Kan tinggal satu lawan satu saja, kenapa jadi ribet gitu lho. Kalau PKS yakin, ya sudah ajukan saja kadernya yang terbaik," kata Taufik.
Advertisement
Berpengaruh ke Koalisi Pilpres?
Terkait pernyataan Taufik, Hidayat Nur Wahid menyebut itu hanya klaim sepihak. Dia pun meminta agar Taufik segera berkomunikasi dengan Prabowo.
"Dengarkan apa yang jadi keputusan pimpinan partai. Pak Taufik segera komunikasi dengan Pak Prabowo, silakan bola ada di mereka," papar Hidayat.
Dia menegaskan, Taufik begitu juga Gerindra perlu segera menjelaskan masalah ini, sebab sebentar lagi akan memasuki masa kampanye Pilpres 2019, sehingga tidak ada lagi masalah di tubuh partai.
"Dari sisi kami sudah tidak ada masalah, karena tanggal 23 September sudah kampanye Pilpres, supaya tidak ada lagi masalah-masalah," papar Hidayat.
Kendati demikian, dia memastikan masalah kursi wagub DKI tidak akan sampai mempengaruhi koalisi Gerindra dan PKS di tingkat Pilpres. Sebab, masalah ini telah dibahas dan selesai di tingkat pimpinan partai.
Senada dengan Hidayat, Wasekjen Gerindra Andre Rosiade memastikan masalah ini tidak akan mempengaruhi koalisi PKS dan Gerindra di tingkat Pilpres.
"Tentunya pimpinan Gerindra dan PKS akan berunding bersama untuk memutus siapa calon terbaik yang bisa mewakili dua kubu ini untuk mendampingi Anies. Serahkan pada pimpinan, pimpinan yang akan putuskan," ucap Andre.
"Saya rasa tidak akan ada polemik, jadi semua ada di tangan Pak Prabowo, jadi hentikan segala polemik tak usah didebatkan lagi," ujar Andre kepada Liputan6.com.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 174 Ayat 4 disebutkan, pengisian kekosongan jabatan wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota dilakukan jika sisa masa jabatannya lebih dari 18 bulan terhitung sejak kosongnya jabatan tersebut.
Sandiaga Uno sendiri baru menjalankan tugasnya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta selama kurang lebih 10 bulan, terhitung sejak 16 Oktober 2017. Karena itu, sesuai peraturan perundangan yang berlaku, kursi yang ditinggalkannya harus diisi.
Meski tak bisa memaksa dan tidak ada batas waktu, namun Kemendagri mengimbau agar kursi wagub DKI tidak kosong terlalu lama.
Partai pengusung Anies-Sandi diminta segera mengajukan nama ke DPRD melalui gubernur, untuk kemudian disampaikan ke mendagri dan diajukan ke presiden untuk pengangkatan.
"Parpol atau gabungan parpol pengusung mengusulkan 2 orang calon wakil melalui gubernur kepada DPRD untuk dilakukan pemilihan oleh DPRD dengan tahapan sama seperti pilkada langsung," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Sesditjen Otda Kemendagri) Akmal Malik kepada Liputan6.com, Rabu (19/9/2018).
Mengalah demi koalisi
Dimintai tangapannya, Direktur eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan, kedua partai yakni Gerindra dan PKS sama-sama berhak mengajukan calon pengganti Sandiaga, karena mereka berkoalisi dalam mengusung Anies-Sandi di Pilkada 2017 lalu.
Tapi kalau dilihat dari perkembangan koalisi, di mana PKS dan Gerindra kembali berkoalisi di Pilpres 2019 dan capres serta cawapres berasal dari Gerindra, Djayadi menilai kursi wagub DKI memang sebaiknya diserahkan kepada PKS.
"Kalau kita lihat secara umum dan politik, ya wajar PKS menuntut itu. Karena kan PKS bisa dibilang sudah banyak ngalah. Misalnya, cawapres mereka nggak dapat, Pilkada Jabar juga ngalah sama Gerindra, jadi secara politik ya masuk akal sebagai bagian dari koalisi," papar Djayadi.
Gerindra, kata Djayadi, perlu mengalah demi menjaga koalisi. "Sebagai mitra koalisi wajar. Tapi aturannya, siapapun, mau dari PKS dan Gerindra, disodorkan dua nama, nanti DPRD yang memproses kan gitu," ucap Djayadi.