Liputan6.com, Jakarta - Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang (TGB) M Zainul Majdi mengakui sempat bertemu Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Brigjen Firli. Pertemuan itu menjadi polemik lantaran KPK tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara yang menyeret nama TGB.
TGB menuturkan, pertemuan tersebut terjadi pada 13 Mei 2018 atau sebelum dirinya dimintai keterangan KPK terkait kasus dugaan korupsi tersebut. Saat itu, dia bertemu secara tidak sengaja saat diundang main tenis oleh Danrem Mataram.
"Saat itu saya belum tahu ada proses pengumpulan data atau penyelidikan, karena saya diklarifikasi baru pada tanggal 25 Mei. Jadi hampir dua minggu dari kehadiran bersama di lapangan tenis," ujar TGB di bilangan Jakarta Selatan, Rabu (19/9/2018).
Advertisement
TGB mengaku tidak tahu akan ada Firli di acara tersebut. Mantan politikus Partai Demokrat itu baru tahu setelah dirinya tiba di lapangan tenis atas undangan Danrem Mataram.
TGB mengatakan, tidak ada obrolan serius saat dirinya berjumpa Firli di lapangan tenis. TGB juga tak menyinggung soal kasus dugaan korupsi yang tengah ditangani KPK.
"Begitu saja. Ketemu kemudian tanya kesehatan tanya kabar setelah itu selesai. Tidak ada sedikitpun yang menyangkut tentang masalah ini. Karena apa? Saya punya satu prinsip untuk menghormati dan menghargai profesionalitas dari seseorang," katanya.
TGB tak ingin merusak profesionalisme mantan Kapolda NTB itu di KPK. "Bentuk dari penghormatan saya adalah saya tidak akan berusaha merusak profesionalisme yang ada itu. Apalagi untuk seorang pejabat seperti beliau," dia menandaskan.
Penjelasan TGB
antan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi membantah dirinya menerima aliran dana gratifikasi terkait divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT).
TGB menuturkan, uang senilai Rp 1,16 miliar yang masuk ke rekeningnya dari PT Recapital Asset Management merupakan dana pinjaman. Kala itu dia meminjam langsung kepada Chairman Grup Recapital Rosan Perkasa Roeslani.
"Transfer itu jumlahnya Rp 1,165 miliar ditransfer dua kali pada 2010. Saya meminjam dari Pak Rosan. Karena beliau pada waktu itu satu dan lain hal meminta untuk diproses melalui perusahaan," ujar TGB di bilangan Jakarta Selatan, Rabu (19/9/2018).
TGB tak menjelaskan untuk apa dana pinjaman tersebut. Namun dia memastikan bahwa kebutuhan dana yang mendesak itu tidak ada kaitannya dengan urusan pemerintahan.
TGB memprediksi bisa mengembalikan pinjaman tersebut pada akhir 2010, namun rupanya mundur hingga 2012. Kendati, TGB memastikan urusan piutang antara dirinya dengan PT Recapital Asset Management sudah selesai.
"Walaupun Pak Rosan sahabat saya, tapi karena ini pinjaman korporasi maka dikenakan bunga. Ya saya tunduk dan terus berproses, Alhamdulillah saya sudah lunasi pokok hutang berikut bunganya," ucapnya.
Lebih jauh, mantan politikus Partai Demokrat itu mengungkapkan, ada dua sumber dana yang masuk ke rekeningnya. Yakni pendapatan sah yang diperoleh sebagai Gubernur NTB dan pendapatan dari yayasan pendidikan yang dikelola keluarganya.
"Sumbernya seluruh pendapatan saya yang sah, baik penghasilan sebagai gubernur, gaji, tunjangan, honor, insentif pajak daerah yang kalau dirupiahkan cukup menutupi apa yang disebut di majalah ini. Dan juga penghasilan saya di luar kapasitas saya sebagai gubernur," kata TGB.
TGB mengungkap, keluarganya memiliki lembaga pendidikan dengan total sekitar 1.000 cabang. Bahkan di level perguruan tinggi saja, omzet yang dimiliki dalam setahun mencapai Rp 16-17 miliar.
"Lalu kemudian dipotret rekening saya dalam tiga tahun ada Rp 7 miliar. Ada penerimaan ke istri saya Rp 4 miliar. Apakah ketika proses divestasi saya tidak boleh menaruh uang di rekening saya sehingga semua yang masuk ke rekening semua dikaitkan dengan divestasi," ucap TGB.
TGB meyakinkan transfer tersebut tidak ada kaitannya dengan divestasi lantaran waktunya yang terpaut cukup jauh. Akad peminjaman itu telah dibuat pada 2012 jauh sebelum penyelidikan soal divestasi saham Newmont dimulai.
"Masalah ini dimulai penyelidikan tahun 2018 bulan Mei. Kalau akad dibuat setelah penyelidikan orang mulai ribut masalah divestasi atau mulai ada proses hukum dari KPK kemudian tergopoh-gopoh membuat surat perjanjian, mungkin bisa dicurigai dan dipertanyakan. Tapi faktanya jauh sekali, jauh sebelum itu," dia menandaskan.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement