Pengacara: Penahanan Karen Agustiawan Urgensinya Tidak Ada

Karen Agustiawan ditahan utnuk 20 hari ke depan oleh Kejaksaan Agung.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 24 Sep 2018, 17:35 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2018, 17:35 WIB
Karen Agustiawan 2
Karen Agustiawan (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung menahan mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Galaila Agustiawan. Pihak pengacara pun keberatan dengan keputusan tersebut.

"Urgensinya penahanan tidak ada. Ibu kan mantan (Dirut). Tentu kooperarif, melarikan diri enggak, menghilangkan barang bukti enggak. Tentu kita kecewa," tutur Kuasa Hukum Karen Galaila Agustiawan, Soesilo Aribowo saat dikonfirmasi, Senin (24/9/2018).

Menurut Soesilo, ada hal yang masih samar dalam keputusan penahanan kliennya. "Saya melihat kesalahan ibu ini tidak jelas apa yang dipersangkakan," jelas dia.

Meski sangat keberatan dengan penahanan tersebut, lanjut Soesilo, pihaknya akan mengikuti proses hukum tersebut.

"Kalau dari sisi saya ini kan tersangka baru sekali, walaupun itu tidak ada larangan juga penahanan karena pertimbangan penyidik. Tentu sebenarnya kita keberatan," Soesilo menandaskan.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Adi Toegarisman mengatakan, Karen Galaila Agustiawan ditahan di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur selama 20 hari ke depan.

"Maksud tujuan karena sudah memenuhi syarat objektivitas dan subjektivitas dan agar perkara cepat selesai," ujar Adi di Kejagung, Jakarta Selatan.

Karen Galaila Agustiawan sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMA) Australia oleh tim penyidik Kejaksaan Agung sejak 22 Maret 2018.

 

Kasus

Kasus dugaan korupsi tersebut bermula saat Pertamina melalui anak peru­sahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE), melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd untuk menggarap Blok BMG.

Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase-BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transak­sinya mencapai USD 31 juta.

Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar USD 26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barel per hari.

Namun, ternyata Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil me­mutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.

Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.

Hasil penyidikan Kejagung menemukan dugaan penyim­pangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligenceatau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.

Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar USD 31 juta dan USD 26 juta atau setara Rp 568 miliar.

Saksikan video pilihan di bawah ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya