Liputan6.com, Jakarta - Seorang petugas kepolisian memberikan imbauan lewat pengeras suara di kawasan pergudangan, Pantai Mamboro, Palu, Sulawesi Selatan. Dia meminta warga yang sibuk mengais sisa puing akibat bencana gempa dan tsunami, agar menghentikan aksinya.
"Seluruh barang ini ada yang memiliki. Jika tetap mengambil, artinya telah melakukan tindak pidana pencurian," tegas polisi melalui pengeras suara di Pantai Mamboro, Palu, Sabtu (13/10/2018).
Baca Juga
Sayup-sayup suara itu tersapu angin. Sejumlah warga tidak menggubris sambil terus mencari barang yang dibutuhkan. Semuanya kategori rongsokan.
Advertisement
Meski cuaca panas terik, warga tetap bolak-balik mengambil kayu dan besi dari sisa-sisa reruntuhan bangunan. Bahkan ada di antara mereka dibantu bocah untuk mencari dan menaikkan puing ke bak motor roda tiga.
Di kepala mereka, sulit terbayang melanjutkan hidup di kota rusak akibat bencana itu. Yang memungkinkan hanyalah mengumpulkan rupiah dari barang rongsokan sisa gempa dan tsunami.
Seorang warga bernama Suhaimi, terlihat membawa perlengkapan gergaji besi, palu, dan linggis. Dibantu alat-alat itu, tangannya lihai memangkas besi menjadi potongan kecil dengan panjang sekitar 30 sentimeter.
"Sangat sulit hidup di sini sekarang. Buat nambah-nambah hidup," tutur Suhaimi saat berbincang dengan Liputan6.com di Palu, Sabtu.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Takut Melaut
ak lupa wanita 39 tahun itu membawa karung untuk mengangkut rongsokan yang ditemukannya. Satu per satu disusun rapi hingga karungnya dapat memuat banyak besi. Meski ada polisi, dia tetap melanjutkan aktivitasnya.
Suhaimi mengaku korban gempa dan tsunami Palu. Rumahnya di kawasan pantai tersebut habis disapu tsunami, Jumat 28 September lalu. Kini lewat puing besi, dia berharap dapat memyambung hidup.
"Di pengepul Rp 7 ribu sampai Rp 10 ribu per kilonya," kata dia.
Seorang warga lainnya, Rudi, juga sibuk mengais rongsokan sisa gempa dan tsunami. Dia dibantu tiga bocah mengangkut puing kayu dan barang elektronik yang rusak ke bak motor roda tiganya. Dengan semangat, anak-anak itu menyisir pergudangan.
Pria 30 tahun itu sebelumnya berprofesi sebagai nelayan. Tapi rasa takut melaut akibat tsunami, membuatnya bertahan sementara menyambung hidup dengan mengumpulkan rongsokan.
"Besi bisa dilebur. Untungnya juga lumayan. Kipas rusak ini nanti coba bisa jadi uang," kata Rudi.
Advertisement