Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak anjlok lebih dari 2% pada perdagangan hari Senin karena tanda-tanda kemajuan dalam perundingan antara AS dan Iran. Sementara investor tetap khawatir tentang hambatan ekonomi dari adanya perang dagang yang dapat mengekang permintaan bahan bakar.
Mengutip CNBC, Selasa (22/4/2025), harga minyak mentah Brent berjangka turun USD 1,70 atau 2,5% ditutup pada USD 66,26 per barel setelah ditutup naik 3,2% pada hari Kamis.
Advertisement
Baca Juga
Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate AS berakhir pada USD 63,08 per barel, turun USD 1,60 atau 2,47% setelah naik 3,54% pada sesi sebelumnya.
Advertisement
Hari Kamis adalah hari penyelesaian terakhir minggu lalu karena hari libur Jumat Agung.
“Perundingan AS-Iran tampak relatif positif, yang memungkinkan orang untuk mulai berpikir tentang kemungkinan solusi,” kata kepala peneliti Onyx Capital Group Harry Tchilinguirian.
“Implikasi langsungnya adalah minyak mentah Iran tidak akan hilang dari pasaran.” tambah dia.
Likuiditas pasar juga lebih rendah karena liburan Paskah, yang dapat memperburuk pergerakan harga.
Dalam perundingan, menteri luar negeri Iran mengatakan AS dan Iran sepakat untuk mulai menyusun kerangka kerja untuk kesepakatan nuklir potensial. Kesepakatan tersebut terjadi setelah diskusi yang oleh seorang pejabat AS digambarkan menghasilkan kemajuan yang sangat baik.
Kemajuan tersebut menyusul sanksi lebih lanjut oleh AS minggu lalu terhadap kilang minyak independen China yang diduga memproses minyak mentah Iran, meningkatkan tekanan pada Teheran.
Kritik Trump
Pasar juga mengalami tekanan pada hari Senin, setelah Presiden AS Donald Trump minggu lalu mengkritik Federal Reserve. Harga emas naik ke rekor lainnya, para analis melihat adanya kegelisahan melanda pasar energi karena kekhawatiran tentang permintaan.
OPEC
"Tren yang lebih luas masih condong ke arah penurunan, karena investor mungkin kesulitan menemukan keyakinan dalam prospek permintaan-penawaran yang membaik, terutama di tengah hambatan dari tarif pada pertumbuhan global dan meningkatnya pasokan dari OPEC+," kata analis IG Yeap Jun Rong.
OPEC+, kelompok produsen utama negara-negara pengekspor minyak dan sekutu seperti Rusia, masih diharapkan untuk meningkatkan produksi sebesar 411.000 barel per hari mulai Mei, meskipun sebagian dari peningkatan itu mungkin diimbangi oleh pemotongan dari negara-negara yang telah melampaui kuota mereka.
Sebuah jajak pendapat salah satu kantor berita internasional pada tanggal 17 April menunjukkan investor percaya kebijakan tarif akan memicu perlambatan signifikan dalam ekonomi AS tahun ini dan tahun depan, dengan kemungkinan rata-rata resesi dalam 12 bulan ke depan mendekati 50%. AS adalah konsumen minyak terbesar di dunia.
Advertisement
Data AS
Investor mencermati beberapa rilis data AS minggu ini, termasuk PMI manufaktur dan jasa April, untuk mengetahui arah ekonomi.
"Rangkaian rilis PMI minggu ini dapat semakin menggarisbawahi dampak tarif terhadap ekonomi, dengan kondisi manufaktur dan jasa di berbagai negara ekonomi utama diperkirakan akan melemah," kata Yeap dari IG, seraya menambahkan harga minyak menghadapi resistensi di level USD 70.
