Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Antonius Ratdomopurbo menyatakan potensi bahaya di Gunung Anak Krakatau saat ini sangat kecil memicu tsunami di Selat Sunda.
“Letusan bertipe surtseyan karena kawah Gunung Anak Krakatau posisi dekat dengan permukaan laut sehingga magma yang keluar bersentuhan dengan air laut. Letusan surtseyan posisi di permukaan sehingga potensi sangat kecil untuk memicu tsunami,” kata Purbo di Gedung Kementerian ESDM, Sabtu (29/12/2018).
Purbo menyatakan, berdasar pengamatan pada Jumat 28 Desember 2018, Gunung Anak Krakatau tingginya berkurang dari sebelumya yang diperkirakan 338 mdpl menjadi hanya sekitar 110 mdpl.
Advertisement
“Dengan sisa volume tubuh Gunung Anak Krakatau yang hanya sekitar 40-70 juta m3, potensi kecil untuk longosoran besar,” kata Purbo
Potensi bahaya dari aktivitas letusan Gunung Anak Krakatau dengan kondisi saat ini menurut Purbo, yang paling memungkinkan adalah letusan-letusan Surtseyan. Letusan jenis ini karena terjadi di permukaan air laut, meskipun bisa banyak menghasilkan abu, tapi tidak akan menjadi pemicu tsunami.
“Potensi bahaya lontaran material lava pijar masih ada. Dengan jumlah volume yang tersisa tidak terlalu besar, maka potensi terjadinya tsunami relatif kecil, kecuali ada reaktivasi struktur patahan/sesar yang ada di Selat Sunda,” katanya
Masih Level Siaga
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental hingga 28 Desember 2018, tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau masih Level III (Siaga).
“Sehubungan dengan status Level III (Siaga) tersebut, direkomendasikan kepada masyarakat untuk tidak mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius 5 km dari kawah," ujar dia.
Selain itu, masyarakat hendaknya menyiapkan masker untuk mengantisipasi jika terjadi hujan abu.
"Masyarakat di wilayah pantai Provinsi Banten dan Lampung harap tenang serta jangan mempercayai isu-isu tentang erupsi Gunung Anak Krakatau yang akan menyebabkan tsunami,” tandas Purbo.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement