Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan dua saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
"Kedua orang saksi tersebut diperiksa untuk tersangka Korporasi Refined Bangka Tin dan kawan-kawan," tutur Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Kamis (10/4/2025).
Baca Juga
Para saksi adalah RF selaku Direktur PT Tin Industri Sejahtera, dan YSC selaku Direktur PT Tinido Inter Nusa sejak tahun 2015-2019 serta Komisaris PT Tinido Inter Nusa sejak 2019 sampai dengan saat ini. Keduanya dimintai keterangan pada Rabu, 9 April 2025.
Advertisement
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," kata Harli.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan lima tersangka korporasi di kasus dugaan korupsi timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Jaksa Agung (JA) ST Burhanuddin menyampaikan, lima tersangka korporasi itu adalah PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Inter Nusa (TIN) dan CV Venus Inti Perkasa (VIP).
"Pertama adalah PT RBT yang ke-2 adalah PT SB yang ke-3 PT SIP yang ke-4 TIN dan yang ke-5 VIP," tutur Burhanuddin di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2025).
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah menambahkan, pihaknya membebankan uang atas kerugian negara terhadap lima tersangka korporasi tersebut.
Adapun rinciannya yakni kerugian lingkungan hidup Rp271 triliun kasus timah ditanggung oleh PT RBT sebesar Rp38 triliun, PT SB Rp23 triliun, PT SIP Rp24 triliun, PT TIN Rp23 triliun, dan PT VIP Rp42 triliun. "Ini sekitar Rp152 triliun," jelas Febrie.
Lebih lanjut, pihak yang bertanggung jawab atas sisa kerugian lingkungan hidup sebesar Rp119 triliun sisanya masih dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Sedang dihitung BPKP siapa yang bertanggung jawab (sisanya), tentunya akan kita tindak lanjuti," Febrie menandaskan.
Hukuman Harvey Moeis Diperberat Jadi 20 Tahun Penjara
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat masa hukuman penjara terhadap terdakwa Harvey Moeis di kasus korupsi timah dari 6,5 tahun menjadi 20 tahun.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Harvey Moeis oleh karena itu dengan pidana penjara selama 20 tahun," tutur Ketua Majelis Hakim Teguh Harianto di Pengadilan Tinggi Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (13/2/2025).
Majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider 8 bulan penjara, dan dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp420 miliar yang apabila tidak dibayarkan dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi kekurangan uang pengganti.
Jika harta bendanya tidak mencukupi juga untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 10 tahun.
Dalam pertimbangan, majelis hakim menyatakan Harvey Moeis terbukti bersalah melakukan korupsi di kasus komoditas timah, yang menyebabkan kerugian negara Rp300 triliun. Tidak ada hal yang meringankan dalam putusan tersebut.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan mengambil langkah hukum banding atas putusan atau vonis sejumlah terdakwa di kasus korupsi komoditas timah, salah satunya terhadap Harvey Moeis. Di samping itu, ada satu putusan majelis hakim yang diterima jaksa.
"Menyatakan upaya hukum banding perkara atas nama Harvey Moeis," tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Minggu (29/12/2024).
Advertisement
Hukuman Bos PT RBT Suparta Ditambah Jadi 19 Tahun Penjara
Selain Harvey Moeis, Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta juga memperberat hukuman terdakwa Suparta selaku Direktur Utama (Dirut) PT Refined Bangka Tin (RBT) dengan vonis 19 tahun penjara terkait kasus korupsi timah. Hal itu dibacakan dalam amar putusan langkah hukum banding jaksa.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Suparta dengan pidana penjara selama 19 tahun dan denda Rp 1 miliar. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," tutur Ketua Majelis Hakim Subachran Hardi Mulyono di PT Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (13/2/2025).
Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman uang pengganti terhadap Suparta sebesar Rp4,57 triliun, yang apabila tidak dibayarkan selama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka diganti pidana penjara selama 10 tahun," jelas dia.
Selain itu, majelis hakim juga memutus hukuman 10 tahun penjara terhadap terdakwa Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT. Dia juga dihukum membayar denda sebesar Rp750 juta subsider 3 bulan kurungan.
“Apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata hakim.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan mengambil langkah hukum banding atas putusan atau vonis sejumlah terdakwa di kasus korupsi komoditas timah.
Terdakwa Suparta sendiri divonis pidana penjara 8 tahun, uang pengganti Rp4,5 triliun subsidair enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan. Sementara jaksa menuntut pidana penjara 14 tahun, uang pengganti Rp4,5 triliun subsidair delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair satu tahun kurungan.
