Menanti Terungkapnya Penyebab Lion Air PK-LQP Jatuh Usai 2 Blackbox Ditemukan

2 Bagian blackbox Lion Air PK-LQP sudah ditemukan. Dua benda penting itu akan mengungkap penyebab peristiwa menyedihkan tersebut.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Jan 2019, 18:06 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2019, 18:06 WIB
Kesedihan Keluarga Korban Lihat Barang Temuan Lion Air JT 610
Keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 dikawal petugas melihat barang-barang temuan di Pelabuhan JICT 2, Jakarta, Rabu (31/10). 189 orang menjadi korban jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 pada Senin (29/10) lalu. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Peristiwa jatuhnya Lion Air PK-LQP menjadi cerita duka untuk dunia penerbangan nasional, bahkan Internasional. Pesawat dengan nomor penerbangan JT 610 tersebut jatuh di Perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, 29 Oktober 2018.

Semenjak itu, sejumlah pihak terkait terus menelusuri penyebab jatuhnya pesawat Lion Air ini. Hingga akhirnya, Basarnas menemukan titik terang tentang keberadaan badan pesawat. Hal itu disampaikan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.

"Pagi hari ini saya mendapatkan penjelasan dari Kabasarnas tentang titik terang adanya dugaan kuat adalah bagian dari fuselage JT 610 itu sudah ditentukan koordinatnya. Namun, belum diyakinkan bahwa itu adalah bagian dari fuselage (badan pesawat) dari JT 610," katanya di JICT 2 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, 31 Oktober 2018 lalu.

Usaha itu terus berlangsung hingga badan pesawat benar-benar ditemukan. TNI Angkatan Laut menemukannya setelah melakukan pengamatan secara visual menggunakan alat khusus.

"Saat pengejaran visual di bawah spot kita ada body pesawat, positif body pesawat," ujar Kadislambair Koarmada 1 Kolonel Laut (E) Monang Sitompul, 1 Oktober 2018.

Untuk mengungkap penyebab pasti jatuhnya pesawat, dibutuhkan kelengkapan data dari Blackbox atau kotak hitam. Kotak hitam digunakan untuk menguak sejumlah faktor yang menyebabkan pesawat jatuh.

Hingga akhirnya, kotak hitam ditemukan pada 1 November 2018 oleh Basarnas 500 meter dari titik koordinat pesawat hilang kontak. Hasil tersebut didapat setelah Tim SAR melakukan pencarian selama empat hari.

"Kami mendapatkan blackbox warna oranye. Kondisinya utuh, kemudian ada alat-alat sedikit di dalam lumpur," ujar Hendra, Kamis (1/11/2018).

Dari dua bagian kotak hitam, hanya satu yang ditemukan saat itu. Bagaian tersebut merupakan Flight Data Recorder (FDR), sebuah alat yang merekam data-data penerbangan seperti ketinggian, tekanan, dan sebagainya. Dengan menggali FDR, bisa diperkirakan posisi pesawat terakhir sebelum kecelakaan.

Beberapa fakta pun terkuak dari hasil penelusuran data yang terdapat dalam FDR. Sebelum jatuh, diketahui pesawat sempat mengalami kerusakan pada empat penerbangan terakhir, salah satunya saat rute Denpasar-Jakarta.

"Kami melihat ada beberapa dari kita lihat datanya memang kita sudah akui bahwa penerbangan dari Denpasar ke Jakarta ada masalah teknis," kata Kepala KNKT Soerjanto Tjahjono di kantornya, 5 November 2018.

Namun, kondisi tersebut belum menentukan penyebab pasti jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP. Soejarto mengatakan, pihaknya hanya bisa bicara berdasarkan fakta yang ada di lapangan.

"Jadi saya ulang lagi bahwa seperti yang kami sampaikan sebelum-sebelumnya, sebelum ada data faktual, KNKT tidak pernah menduga-duga. Kami hanya bisa berbicara berdasarkan fakta," Soerjanto memungkasi.

 

Blackbox CVR ditemukan

Cockpit Voice Recorder (CVR) Lion Air PK-LQP ditemukan. (Dok. KNKT)
Cockpit Voice Recorder (CVR) Lion Air PK-LQP ditemukan. (Dok. KNKT)

Hingga akhirnya satu bagian dari black box yang ditengarai bernama Cocpit Voice Recorder (CVR) ditemukan oleh TNI Angkatan Laut. Tim penyelam dari Kopaska dan Dislambair menemukannya dari dasar laut.

"Alhamdullilah indikasi awal CVR berhasil ditemukan," kata Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Mohamad Zaenal saat dihubungi Liputan6.com, Senin (14/1/2019).

CVR ini ditemukan tak jauh dari lokasi jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP pada pukul 08.40 WIB, 14 Januari 2019. Pencarian berlangsung selama seminggu, dari tanggal 8 Januari 2019.

Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) Laksda TNI Harjo Susmoro mengatakan, pihaknya melibatkan 18 penyelam dari Dislambair Koarmada dan tiga orang dari Kopaska.

"Selain peralatan tersebut KRI Spica-934 juga membawa ABK sebanyak 55 orang, personel KNKT 9 orang, penyelam TNI AL 18 orang, serta scientist 6 orang," kata Harjo.

Alat yang digunakan pun untuk mencari bagian black box ini pun terbilang canggih. Seperti Multibeam Echosounder (MBES), Sub Bottom Profiling (SBP), Magnetometer, Side Scan Sonar, ADCP serta peralatan HIPAP yang disinyalir mendeteksi sinyal dari black box Lyon JT 610.

Atas penemuan itu, dua bagian blackbox kini sudah lengkap untuk diperiksa instansi terkait. Publik pun kini menanti penyebab pasti dari peristiwa nahas tersebut.

 

Reporter: Rifqi Aufal Sutisna

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya