Liputan6.com, Jakarta - Mereka lahir dari kemiskinan. Meski penuh keterbatasan mereka tidak tenggelam dalam kondisi yang menyelimuti. Bahkan bangkit serta menebar manfaat bagi sekitarnya.
Sutino masih ingat betul bagaimana tangisan sang anak menyayat batinnya pada 1996. Kala itu, putranya divonis tidak bisa mengikuti ujian kenaikan kelas. Sebab, dia belum membayar uang iuran sekolah.
Baca Juga
"Untungnya ada orang baik bantu biayai, akhirnya anak saya bisa ikut ujian," kata Kinong, sapaan Sutino, kala berbincang dengan Liputan6.com dan beberapa jurnalis London dalam rangkaian market focus Country di London Book Fair (LBF) 2019.
Advertisement
Dari situ pria berusia 58 tahun ini sadar bahwa kemiskinan adalan pangkal kebodohan. Dia berjanji untuk membantu sesama agar terhindar dari kebodohan meski memiliki keterbatasan. Niat kecilnya adalah bagaimana caranya orang-orang kecil seperti Kinong bisa mengakses pengetahuan.
Waktu berjalan. Pria asal Solo, Jawa Tengah yang mengadu rezeki sebagai sopir Bemo ini kemudian terpikir bagaimana caranya membuat perpustakaan dengan Bemo yang dia miliki. Bemo adalah kendaraan roda tiga khas ibu kota yang kini sudah dilarang mengaspal.
"2013 saya mulai aktif Bemo Baca. Rutenya seputar Benhil (Bendungan Hilir), Karet, dan paling jauh Tanah Abang," tutur Kinong.
Kinong memanfaatkan waktu istirahatnya untuk membuka taman bacaan gratis dari gang ke gang atau dari TK (taman kanak-kanak) ke TK di kawasan tersebut. Ide tersebut muncul berkat dukungan Sosiolog Imam Prasodjo dan dua dosen Tarumanegara.
Adapun Bemo singkatan dari Becak Motor adalah kendaraan yang sejak kelahirannya pada 1962 berfungsi untuk menggantikan becak. Tempat duduk penumpang Bemo dibuat berhadapan di belakang sopir dan mampu menampung 2 atau 3 penumpang dewasa.
Kinong memulai perpustakaan Bemo Baca-nya setelah menarik Bemo. Saban hari bapak tujuh anak ini menarik penumpang setiap pukul 06.30 WIB sampai pukul 09.00 WIB di mana para penumpang mulai sepi.
Kinong memutar Bemo yang dikendarai ke kontrakannya di Karet Pasar Baru. Kendaraan khas dengan kepulan asap knalpot yang tebal itu kemudian disulap untuk perpustakaan mini di sisi kanan, dan warung jajanan di sisi kiri. Untuk jajanan, istrinya yang menyiapkan selagi Kinong mencari penumpang.
Sebagai awalan, buku-buku yang dia bawa keliling berasal dari sumbangan tetangga. "Kebanyakan buku anak-anak, ya... maksimal untuk anak SMP," kata Kinong.
Sederhana namun konsisten. Aksi sosial Kinong terendus pemerintah. 2015, Dinas Pariwisata DKI Jakarta membantu program tambahan untuk Kinong, yaitu layar tancep. Film yang diputar adalah film-film Indonesia. Namun hingga 2017, layar tancapnya tidak lagi beroperasi.
"Operasionalnya lumayan mahal, hehehe..." kisah Kinong.
Tidak ada bayaran untuk perpustakaan dan juga layar tancep yang dilakukannya. "Lihat anak-anak senang baca, rebutan buku saja sudah senang," ujar dia.
Kendala Operasional
Tidak mudah untuk menjalankan misi sosial seperti yang dilakukan Kinong. Apalagi dia harus berpikir menghidupi keluaarganya, yaitu tujuh orang anak dan seorang istri. Belum lagi biaya pemeliharaan Bemo yang disulapnya menjadi perpustakaan keliling dan warung jajanan.
Meski demikian, Kinong berusaha bertahan dengan Bemo Baca. Dia pun memutar otak bagaimana caranya agar Bemo pintarnya tetap beroperasi.
"Sore hari sehabis puter-puter, saya jualan minuman di kolong jembatan Karet," kisah Kinong.
Pernah dia terpikir untuk mengakhiri Bemo Baca-nya. Nyinyiran dari beberapa tetangga dan teman-temannya dia anggap sebagai pahit getir perjalanan aksinya.
"Makanya jangan sok-sokan buat begitu (Bemo Baca), kayak pahlawan," ujar Kinong menirukan temannya kala dia bercerita Bemonya yang mogok dan tidak bisa beroperasi.
Dia tak ambil pusing ucapan temannya itu. Bagaimanapun niat tulus harus tetap dijalankan meski donatur timbul tenggelam membantunya.
"Jalanin aja. Sayang kegiatan bagus yang dapat acungan jempol kayak gini harus berhenti," kata dia.
Ikhtiar Kinong berbuah manis. Suatu hari saat dia berkeliling, seorang pria mengendarai motor berpesan bila ada orang Istana Negara telepon jangan ditolak.
"Sayang anggap modus saja waktu itu, soalnya banyak bener yang tipu," kisah dia.
Tapi kecurigaan itu sirna setelah pihak Sekretariat Negara meyakinkan bahwa dirinya diundang Presiden Jokowi ke Istana bersama pegiat literasi lainnya. Baginya, undangan tersebut merupakan momen bersejarah bagi Kinong.
"Mana ada Bemo masuk ke dalam Istana," kenang Kinong.
Dari pertemuan yang digelar April 2017 itu, gerakan literasi mendapatkan kado dari presiden, yaitu mengratiskan pengiriman buku setiap bulan ke setiap pelosok Indonesia melalui PT Pos Indonesia.
"Bagi saya ini sejarah, sangat membanggakan," kenang Kinong.
Seminggu lebih Bemo yang setia bersamanya mangkrak di parkiran rumah susun Benhil, tepat di depan pintu masuk PAUD Nusantara. Mogok karena masalah kelistrikan.
"Mogok, accu-nya bermasalah. Kalau mau benerin bisa sampai sejuta lebih. Nanti jualan dulu buat cari tabungan service Bemo," kata Kinong.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement