Akademisi dan Pengamat Hukum Harap Dewas KPK Wajib Patuhi Patuhi Putusan Sela PTUN

Akademisi Universitas Indonesia (UI) Ujang Komaruddin menekankan pentingnya Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghormati dan melaksanakan putusan pengadilan.

oleh Tim News diperbarui 25 Mei 2024, 16:03 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2024, 20:35 WIB
Akademisi Universitas Indonesia (UI) Ujang Komaruddin menekankan pentingnya Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghormati dan melaksanakan putusan pengadilan.
Akademisi Universitas Indonesia (UI) Ujang Komaruddin menekankan pentingnya Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghormati dan melaksanakan putusan pengadilan. (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Akademisi Universitas Indonesia (UI) Ujang Komaruddin menekankan pentingnya Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) untuk menghormati dan melaksanakan putusan pengadilan.

Menurut Ujang, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memenangkan gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron harus dihormati.

"Dewas (harus) bekerja sesuai dengan aturan, komisioner KPK juga bekerja sesuai dengan kewenangan, jangan melanggar etik. Ya tentu kemenangan Nurul Ghufron di PTUN itu keputusan pengadilan harus dihormati, tapi kalau Nurul Ghufron melanggar etik juga perlu diperiksa oleh Dewas," ujar Ujang melalui keterangan tertulis, Jumat (24/5/2024).

Ia menambahkan, semua proses harus dihormati dan menjaga kredibilitas KPK adalah hal yang utama.

"Institusi KPK harus dijaga," tegas Ujang.

Senada, Pengamat Hukum Edi Hardum juga memberikan pandangan serupa. Edi menyoroti prinsip hukum Res Judicata Pro Veritatae Habitur, yang berarti putusan hakim harus dilaksanakan meskipun ada pihak yang menganggapnya keliru.

"Putusan sela PTUN atas gugatan dari Nurul Ghufron yang mengabulkan gugatan tersebut harus dilaksanakan. Kita ini negara hukum, di mana hukum sebagai panglima," ucap Edi.

Menurut dia, meski pun ada pro dan kontra terkait putusan tersebut, prinsip negara hukum mengharuskan semua pihak untuk mematuhi putusan hakim.

"Dewas KPK adalah lembaga negara yang mengawasi jalannya komisioner KPK oleh karena itu meskipun penilaian sejumlah orang bahwa keputusan itu salah tapi karena kita menganut negara hukum, hukum sebagai panglima maka harus mengikuti prinsip putusan hakim. Kalau misalnya dianggap salah diajukan upaya hukum lain tentunya upaya hukum banding terhadap putusan itu," papar Edi.

 

Disorot MAKI

Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyoroti putusan sela PTUN yang meminta Dewas KPK menunda pembacaan putusan etik Nurul Ghufron.

Menurut Boyamin, PTUN tidak seharusnya mencampuri urusan Dewas KPK yang bukan merupakan pejabat tata usaha negara.

"Penundaan ini tidak berdasarkan surat keputusan, dan Dewas KPK bukan pejabat tata usaha negara, jadi sebenarnya bukan ranahnya PTUN," kata Boyamin.

Dia juga menyayangkan sikap Nurul Ghufron yang dianggap tidak menghormati Dewas.

"Seharusnya Ghufron bisa menunggu rangkaian sidang etik dan menghormati putusannya. Kalau tidak terima ya bisa mengajukan gugatan atau banding," ucap Boyamin.

 

Nurul Ghufron Minta Dewas Patuhi Putusan Sela PTUN: Tidak Boleh Diperdebatkan

Ekspresi Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Usai Sidang Dugaan Pelanggaran Etik
Nurul Ghufron diduga telah menyalahgunakan wewenang dan perdagangan pengaruh sebagai pimpinan KPK. (merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron meminta kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk menunda sidang putusan etik dirinya pada Selasa 20 Mei 2024.

Sebab gugatan Ghufron kepada Dewas KPK di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah memerintahkan Dewas untuk menundanya.

"Tidak boleh di atas putusan hakim, kemudian masih diperdebatkan. Jadi saya tidak perlu menjawab ya hadir atau tidak (hadir). Hakim PTUN memerintahkan untuk menunda, oleh karena itu harus dan tidak boleh dilanjutkan. Itu sudah putusan dari PTUN," ujar Ghufron kepada wartawan, Selasa 20 Mei 2024.

Berdasarkan laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, dengan nomor perkara 142/G/TF/2024/PTUN.JKT, dalam amar putusan selanya memerintahkan Dewas KPK untuk menunda sementara sidang etik Ghufron.

"Memerintahkan Tergugat untuk Menunda Tindakan Pemeriksaan atas Dugaan Pelanggaran Etik Atas Nama terlapor Nurul Ghufron sebagaimana Surat Undangan Pemeriksaan Klarifikasi Nomor: R-009/DEWAS/ETIK/SUK/02/2024 tertanggal 21 Februari 2024," tulis laman SIPP yang dikutip, Senin 20 Mei 2024.

Perintah itu ditetapkan majelis hakim PTUN siang hari ini. Untuk selanjutnya memerintahkan panitera PTUN melanjutkan surat keputusan itu.

"Memerintahkan Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta untuk menyampaikan salinan Penetapan ini kepada pihak-pihak yang berkaitan; Menangguhkan biaya yang timbul akibat Penetapan ini diperhitungkan dalam Putusan akhir," lanjut keterangan putusan sela itu.

 

Gugatan Ghufron

Ekspresi Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Usai Sidang Dugaan Pelanggaran Etik
Diketahui, Nurul Ghufron dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran etik lantaran membantu mutasi pegawai Kementan ke Malang, Jawa Timur. (merdeka.com/Arie Basuki)

Dalam gugatan yang diajukan oleh Ghufron, menyebut kalau dugaan pelanggaran etik dirinya ke Dewas dianggap telah kedaluwarsa.

Sebab peristiwa Ghufron yang membantu mutasi ASN kenalannya dari pusat ke daerah terjadi pada 15 Maret 2022.

Sehingga dianggap tidak sah dan batal demi hukum.

Oleh karenanya, Ghufron melalui hakim PTUN menghentikan pemeriksaan dan atau peristiwa lalu menerima laporannya yang telah dimasukkan pada 28 Februari 2024.

Infografis Geger Skandal Pungli Rutan KPK Rp 6,1 Miliar. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Geger Skandal Pungli Rutan KPK Rp 6,1 Miliar. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya