Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Perberat Vonis Johannes Kotjo Jadi 4 Tahun

Putusan yang dibacakan 31 Januari 2019 tersebut membatalkan vonis Pengadilan Tipikor Jakarta yang memvonis Johannes Kotjo 2 tahun 8 bulan pidana penjara dan denda Rp 150 juta.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Feb 2019, 15:51 WIB
Diterbitkan 09 Feb 2019, 15:51 WIB
Kasus PLTU Riau-1, Johannes Budisutrisno Kotjo Dituntut Empat Tahun Penjara
Terdakwa suap pembangunan PLTU Riau-1, Johannes Budisutrisno Kotjo saat menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/11). Terdakwa dituntut empat tahun penjara dan denda Rp 250 juta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis Johannes Budisutrisno Kotjo, pemilik Blackgold Natural Resources (BNR). PT DKI Jakarta mengetok hukuman Johannes Kotjo menjadi 4 tahun 6 bulan pidana penjara serta denda Rp 250 juta.

Putusan yang dibacakan 31 Januari 2019 tersebut membatalkan vonis Pengadilan Tipikor Jakarta yang sebelumnya memvonis Kotjo 2 tahun 8 bulan pidana penjara dan denda Rp 150 juta. 

"Menjatuhkan terhadap terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan, pidana denda Rp 250 juta apabila terdakwa tidak membayar denda maka diganti dengan pidana 6 bulan kurungan," putus Ketua Majelis Daniel Dalle Pairunan seperti dalam salinan putusan yang diterima Merdeka, Sabtu (9/2/2019).

Pada pertimbangannya, majelis hakim menilai pemberian uang oleh Kotjo dengan jumlah keseluruhan Rp 4,75 miliar kepada mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih terbukti memiliki maksud agar proyek PLTU Riau-1 dikerjakan oleh perusahaannya, Blackgold Natural Resources (BNR).

Kotjo mengetahui adanya proyek itu sekitar tahun 2015. Melalui PT Samantaka, anak perusahaan BNR, ia mengirimkan surat ke PT PLN Persero atas keinginannya ikut serta mengerjakan proyek tersebut. Namun surat itu tak kunjung mendapat respon.

Johannes Kotjo kemudian mengambil jalan pintas dengan menemui Setya Novanto, Ketua DPR saat itu, dan menceritakan permasalahannya. Novanto kemudian mengutus Eni Maulani Saragih yang menjabat di Komisi VII DPR mendampingi Kotjo memfasilitasi pertemuan dengan Sofyan Basir, Direktur PT PLN Persero.

Setelah beberapa pertemuan antara Kotjo, Sofyan Basir, Eni disepakati perusahaan Kotjo ikut serta menggarap proyek PLTU Riau 1 bersamaan dengan anak perusahaan PLN Persero Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pembagian Fee

Kasus PLTU Riau-1, Johannes Budisutrisno Kotjo Dituntut Empat Tahun Penjara
Terdakwa dugaan suap pembangunan PLTU Riau-1, Johannes Budisutrisno Kotjo saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/11). Sidang mendengar pembacaan tuntutan dari JPU KPK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Kotjo kemudian menggaet perusahaan asal China, China Huadian Engineering Co. Ltd (CHEC) sebagai investornya. Dalam kesepakatan Kotjo dan CHEC menyatakan Kotjo akan mendapat komitmen fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek atau sekitar USD 25 juta. Adapun nilai proyek itu sendiri sebesar USD 900 juta.

Dari komitmen fee yang ia terima, rencananya diteruskan lagi kepada sejumlah pihak di antaranya kepada Setya Novanto USD 6 juta, Andreas Rinaldi USD 6 juta, Rickard Phillip Cecile, selaku CEO PT BNR, USD 3.125.000, Rudy Herlambang, Direktur Utama PT Samantaka Batubara USD 1 juta, Intekhab Khan selaku Chairman BNR, USD 1 juta untuk James Rijanto, Direktur PT Samantaka Batubara, USD 1 juta.

Sementara Eni Saragih masuk ke dalam pihak-pihak lain yang akan mendapat komitmen fee dari Kotjo. Pihak-pihak lain disebutkan mendapat 3,5 persen atau sekitar USD 875 ribu.

Sementara itu, putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperkuat tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK yang menuntut Kotjo 4 tahun penjara, denda Rp 250 juta, atau subsider 6 bulan kurungan. 

Atas perbuatannya, Kotjo dinyatakan terbukti telah melanggar Pasal 5 ayat 1 atau undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya