Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Sosial (Kemensos) memastikan tidak ada regulasi yang mengurangi kualitas atau malah menghambat pelayanan terhadap penyandang disabilitas. Peraturan Menteri Sosial (Permensos) No. 18/2018 diterbitkan justru untuk memastikan komitmen Kemensos terhadap layanan penyandang disabilitas yang berkualitas.
Hal ini akan ditindaklanjuti dengan penataan berbagai komponen rehabilitasi sosial khususnya SDM pelaksananya termasuk pekerja sosial yang bersentuhan langsung dengan penyandang disabilitas.
Baca Juga
Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kemensos, Rachmat Koesnadi menyatakan, UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan, pengelolaan layanan dasar penyandang disabilitas merupakan kewenangan daerah yang diselenggarakan melalui panti.
Advertisement
"Dapat kami pastikan, bahwa Kemensos tetap akan melanjutkan layanan lanjut di balai seperti pendidikan, pelatihan, dan layanan lain untuk penyandang disabilitas. Tidak ada ketentuan dalam Permensos No. 18/2018 yang membatasi layanan terhadap mereka," kata Rachmat Jakarta dalam keterangannya, Selasa (5/3/2019).
Pernyataan Rachmat menanggapi aspirasi para penerima manfaat Balai Wiyata Guna yang datang ke Gedung Kementerian Sosial.
Sebanyak sekitar 80 orang yang mengatasnamakan diri Himpunan Disabilitas Netra Indonesia hadir di kantor Kementerian Sosial. Mereka mengemukakan aspirasi tentang layanan di balai di bawah pengelolaan Kemensos.
Rachmad menuturkan, dalam Permensos itu tidak disebutkan durasi pelayanannya. Yang pasti, pelayanan diberikan dalam jangka waktu yang tidak lama.
"Setidaknya ada tiga argumentasi mengapa waktu layanan di balai harus ditentukan batas waktunya," kata Rachmat.
Pertama, kata dia, karena akan menyebabkan ketergantungan dan beban anggaran negara. Kemudian pembatasan waktu juga dengan pertimbangan untuk memperbanyak jumlah PM.
"Selama ini balai-balai milik Kemensos hanya mampu melayani sekitar 100 orang per tahun, artinya banyak disabilitas sensorik netra lainnya yang tidak mendapatkan kesempatan menerima layanan rehabilitasi sosial," kata Rachmat.
Tugas Pemerintah Provinsi
Bila ada yang tidak bisa menerima kebijakan pembatasan ini, lanjut dia, artinya membiarkan penyandang disabilitas netra lain tidak mendapatkan haknya untuk mendapatkan layanan rehabilitasi sosial.
Selanjutnya alasan ketiga, lanjut Rachmad, dalam UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, layanan dasar dalam panti sosial merupakan tugas pemerintah daerah provinsi.
"Penanganan penyandang disabilitas merupakan kerja sama pemerintah pusat dan daerah sekaligus lintas sektor. Demikian halnya dalam pelaksanaan proses rehabilitasi sosial dimana penerima manfaatnya sekaligus merupakan peserta didik sekolah formal tentunya akan berbagi peran dan kewenangan dengan sektor pendidikan," terang dia.
Rachmad menerangkan, dalam Pasal 43 UU Nomor 8/2016 tentang penyandang disabilitas disebutkan tentang kewajiban pemda terkait sektor pendidikan yaitu pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi lembaga penyelenggara pendidikan dalam menyediakan akomodasi yang layak.
Kemudian pada ayat 3 menyebutkan, penyelenggara pendidikan disebutkan bahwa yang tidak menyediakan Akomodasi yang Layak untuk peserta didik Penyandang Disabilitas dikenai sanksi administratif baik berupa teguran tertulis, penghentian kegiatan pendidikan, pembekuan izin penyelenggaraan pendidikan maupun pencabutan izin penyelenggaraan pendidikan.
"Hal ini menunjukkan bahwa pembagian peran dalam penanganan penyandang disabilitas telah diatur dengan tegas sesuai dengan tugas dan fungsinya. Adanya UU Nomor 8/2018 tentang penyandang disabilitas ini menuntut sinergi kerja sama lintas sektor dan berkesinambungan," ujar Rachmad.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement