Liputan6.com, Yogyakarta - Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPPBPTH) Yogyakarta berhasil mengembangkan benih kayu putih unggul yang dapat menghasilkan rendemen minyak lebih banyak.
Peneliti dan Penanggungjawab Pengembangan, Anto Rimbawanto mengatakan, penemuan ini diharapkan dapat mendorong industri untuk mulai mengusahakan minyak kayu putih di Indonesia.
Baca Juga
Sebab, selama ini Indonesia masih mengimpor minyak ekaliptus dari Cina sebagai substitusi minyak kayu putih.
Advertisement
"80 persen kebutuhan minyak untuk industri kemasan kayu putih itu diimpor. Ini ironis sebenarnya, masyarakat Indonesia (padahal) tidak kenal apa itu minyak ekaliptus," tutur Anto di Gedung BBPPBPTH, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Selasa (19/3/2019).
"Lalu, itulah yang dicampurkan. Jadi saya berani mengatakan bahwa minyak-minyak kayu putih kemasan yang dijual di apotik, toko-toko, warung-warung, itu tidak murni kayu putih," ia melanjutkan.
Menurutnya, sangat disayangkan bahwa Indonesia yang memiliki kebutuhan minyak kayu putih tinggi, serta punya benih unggul yang memadai penanaman, justru kekurangan dalam memenuhi permintaan tersebut.
Karenanya, Anto menekankan, industri di Indonesia harus bekerja keras untuk mengembangkan kebun kayu putih guna memenuhi permintaan pasar domestik.
"Semakin banyak industri-industri kayu putih yang berkembang sehingga kita (bisa) mengurangilah import itu," ujarnya.
Selain itu, pengembangan ini juga dinilai Anto dapat berdampak sangat baik untuk masyarakat petani.
Hal ini karena petani dapat menanam sendiri benih kayu putih unggul dengan modal cukup murah, namun berkeuntungan tinggi. Hanya dalam waktu 2 tahun atau 18 bulan, petani pun sudah bisa mendapatkan hasilnya.
"Mendapatkan hasil yang tidak sedikit, harga kayu putih itu sekitar Rp250 ribu per kilo. Satu hektar itu bisa menghasilkan kira-kira kalau ada 2.500 pohon, (hasilnya) 200 kilo minyak. Jadi hasilnya cukup besar," tukas Anto.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Komoditas Ideal Petani
Anto mencontohkan, industri minyak kayu putih skala mikro yang berada di Kampung Rimbajaya, Biak, Timur Papua telah membuktikan bahwa minyak kayu putih adalah komoditas ideal yang berdampak langsung untuk petani.
“Dampaknya memang luar biasa, karena petani di sana (Papua) yang dahulunya adalah berpenghasilan dari pertanian berpindah atau menebang pohon, dalam artian tentu saja merusak hutan, sekarang jadi menetap dan punya penghasilan tetap dari panen daun kayu putih. Kami menyediakan lima hektar kebun di sana sama alat suling, jadi mereka sudah bisa self-sufficient,” ujar Anto.
“Jadi sebenarnya (impor) kekurangan sebanyak kurang lebih 3.000-4.000 ton setahun itu sih cukup dipenuhi sekitar 20.000 hektar saja. Jadi kebutuhan lahannya ga luas sebenarnya, tapi siapa yang mau mulai melakukan itu? Nah kami perlahan-lahan lah mencoba ke arah situ,” imbuhnya.
Selain itu, BBPPBPTH yang jugalah salah satu Pusat Unggulan Iptek (PUI) Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) telah bekerja sama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang ada di daerah untuk mensosialisasikan penanaman kayu putih.
“Melalui aparat desa, atau kelompok tani, atau ketika ada individu yang tertarik mengembangkan itu kita respon dengan positif. Kadang-kadang kami berikan saja benihnya secara gratis,” tandas Anto.
Advertisement