Survei Litbang Kompas: PSI Partai Baru dengan Resistensi Tertinggi

Semestinya menurut Ari, PSI lincah bermanuver di pusaran-pusaran isu-isu nasional tanpa membuat permusuhan dengan partai-partai lain.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Mar 2019, 13:30 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2019, 13:30 WIB
Pegiat media sosial Guntur Romli bergabung ke PSI
Pegiat media sosial Guntur Romli bergabung ke PSI (Liputan6.com/ Putu Merta Surya Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Survei Litbang Kompas menyebut partai-partai baru terancam tidak lolos ambang batas parlemen (PT) 4 persen. Tak hanya itu, tiga partai baru, yaitu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Berkarya dan Perindo mendapatkan angka penolakan (resistensi) yang lebih besar dari tingkat elektabilitasnya.

Dalam suvei Litbang Kompas, PSI menjadi partai baru yang paling tinggi resistansinya atau dengan kata lain paling ditolak masyarakat.

Dengan elektabiltas 0,9 persen, resistansi masyarakat terhadap partai baru pimpinan Grace Natalie ini ditolak oleh 5,6 persen masyarakat.

Selanjutnya adalah Perindo dengan elektabilitas 1,5 persen, resistensinya 1,9 persen. Kemudian Berkarya elektabilitas 0,5 persen, resistensinya 1,3 persen. Sementara,  Partai Garuda elektabilitas 0,2 persen, resistensinya 0,9 persen.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Komunikasi Politik Ari Junaedi, menjelaskan rendahnya elektabilitas partai-partai baru seperti PSI, Partai Garuda, Berkarya dan Perindo adalah wajar dan normal.

"Selain sebagai new comer positioning dan strategi branding mereka pun terbilang tidak tepat. Hal ini terlihat dari tingginya resistensi mayarakat terhadap partai-partai baru termasuk PSI yang dibesut anak-anak milenial,” ujar Ari saat dihubungi Kamis (21/3/2019).

Ari mengatakan, awalnya dia termasuk yang menaruh harapan besar terhadap PSI di saat-saat awal berdiri.

Namun, menurutnya, di tengah-tengah perjalanan, partai pimpinan Grace Natalie tersebut kerap mengeluarkan blunder yang tidak perlu, serta mengganggu soliditas di koalisi partai-partai pendukung Jokowi.

"Pernyataan Perda Syariah dan poligami yang masuk dalam ranah filosofis keagamaan sebaiknya tidak disentuh PSI di awal kampanye. Dengan cara seperti itu, PSI mengobarkan perang dengan kaum mayoritas,” ujar pengajar di Univesitas Indonesia (UI) ini.

Soal Kesantunan Berpolitik

Semestinya menurut Ari, PSI lincah bermanuver di pusaran-pusaran isu-isu nasional tanpa membuat permusuhan dengan partai-partai lain. PSI, kata dia, harusnya percaya diri bermain di isu-isu milenial mengingat captive marketnya di kalangan milenial atau pemilih pemula.

"Ini kan tidak, PSI membuka front ‘pertempuran’ dengan partai-partai ‘senior’, tidak peduli yang ada di dalam koalisi atau tidak serta tidak menggarap intens pasar potensialnya," papar Ari.

Menurut Ari, PSI masih tidak bisa menempatkan dirinya sebagai partai baru yang sejajar dengan partai-partai mapan seperti PDIP, Gerindra, Golkar dan PKB.

"PSI kurang santun dalam berpolitik serta tidak bisa melepaskan diri dari gaya anak muda yang temperamental,” tegas dia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya