Liputan6.com, Jakarta - Top 3 news hari ini, Rumah Tahanan (Rutan) Gunung Sindur kini menjadi rumah baru ketiga bagi terpidana kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto. Sebelumnya, mantan Ketua DPR RI ini menghuni Lapas Rutan KPK dan Sukamiskin.
Berbeda dengan lapas sebelumnya, Rutan Gunung Sindur memiliki pengamanan super ketat. Diharapkan Setnov bakal kapok dan tak lagi mencoba untuk berpelesiran ke luar rutan.Â
Konsekuensi lainnya yang kini harus dihadapi seorang Setya Novanto adalah dilarang dikunjungi oleh siapapun selama satu bulan, sekalipun istri maupun kerabat dekatnya.Â
Advertisement
Sementara itu, dari sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2019 sempat diwarnai teguran keras dari majelis hakim kepada Ketua Tim Pengacara Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto.
Teguran tersebut diberikan lantaran Bambang menginterupsi Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat yang tengah mencecar pertanyaan kepada saksi dari pihak pemohon bernama Idham.Â
Selain teguran, Arief bahkan sempat mengancam Bambang Widjojanto untuk keluar dari ruang sidang. Sebenarnya apa yang terjadi?
Berikut berita terpopuler di kanal News Liputan6.com, sepanjang Rabu, 19 Juni 2019:Â
Â
Â
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
1. 3 Konsekuensi yang Diterima Setya Novanto Usai Tepergok Pelesiran
Terpidana kasus e-KTP Setya Novanto kini menghuni Rutan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, usai tepergok tengah pelesiran di sebuah toko bangunan di Padalarang, Bandung, Jawa Barat.
Sebelumnya, Setya Novanto pernah pula muncul di restoran Padang di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, akhir April 2019 lalu.
Agar Novanto kapok, Kementerian Hukum dan HAM memutuskan memindahkannya ke Rutan Gunung Sindur. Rutan tersebut sebenarnya dirancang untuk napi terorisme.
Selama menempati Lapas Gunung Sindur, Bogor, Setnov ditempatkan seorang diri di Blok A kamar 1.4. Pria yang telah merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun itu juga dipantau kamera pengintai atau closed circuit television (CCTV) selama 24 jam.
Â
Advertisement
2. Momen Hakim Tegur Keras dan Ancam Usir Bambang Widjojanto dari Ruang Sidang
Sidang lanjutan Sengketa Pilpres 2019 dilanjutkan setelah diskorsing untuk istirahat. Debat panas mengawali sidang lanjutan, karena Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat mengancam Bambang Widjojanto dari ruang sidang.
Berawal saat saksi kedua yang dihadirkan pihak Pemohon bernama Idham. Tidak disebutkan dia berasal dari mana. Dia hanya menjawab, "dari kampung" saat hakim bertanya soal posisi dia di Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga.
Lantas, Hakim Arief menanyakan soal kapasitas Idham dari kampung dengan kesaksian yang akan diberikan di persidangan Sengketa Pilpres 2019, apakah terkait dengan peristiwa di kampungnya atau tidak.
"Bukan, seluruh nasional," ujar Idham di ruang sidang MK, Rabu (19/6/2019).
Hakim terus mencecar Idham soal dugaan kaitan kesaksian Idham dengan dugaan kecurangan DPT di kampungnya. Belum puas dengan jawaban Idham, Hakim Arief kembali menanyakan soal posisi dia di tim sukses 02. Lagi-lagi Idham menjawab tidak nyambung.
"Sebagai orang yang diminta kesaksian tentang kerusakan DPT," ujar Idham.
Hakim memperingatkan, seharusnya Idham bersaksi sesuai fakta yang dia alami di kampungnya terkait dengan dugaan kecurangan seperti yang disampaikan dalam permohonan gugatan sengketa Pilpres 2019.
Tiba-tiba Ketua Tim Pengacara Pemohon, Bambang Widjojanto, menginterupsi, "Majelis mohon maaf. Saya di kampung tapi saya bisa mengakses dunia dari kampung."
Â
3. Minta Berkas 17,5 Juta KTP Palsu Dihadirkan, Hakim: Saya Cari Buktinya Tidak Ada
Hakim MK Enny Nurbaningsih meminta tim hukum BPN Prabowo-Sandiaga menghadirkan bukti atas gugatan tim BPN yang menyebut ada 17,5 juta KTP palsu dalam Pilpres 2019.
"Anda menyebut ada KTP palsu, KK manipulatif, tolong dihadirkan bukti P155, untuk saya konfrontir bukti dari KPU," kata Enny dalam Sidang di MK, Rabu (19/6/2019).
Enny menyatakan, sudah mencari di dokumen-dokumen bukti dari Tim BPN, tapi tidak ditemukan bukti bernomor P155 itu .
"Saya cari bukti P155 itu enggak ada," katanya
Menjawab perintah Hakim Enny, tim hukum BPN Luthfi meminta waktu karena pengacara yang bertugas mengurus P155 belum menyelesaikannya.
"Mohon diberi waktu karena PIC Dorel, Amir Zulfadli, lagi ngurus dokumen-dokumen verifikasi," ujar Luthfi.
Â
Advertisement