Liputan6.com, Jakarta - Polri membentuk tim teknis yang bertugas memburu penyerang penyidik senior KPK Novel Baswedan. Polri menerjunkan 90 orang personel untuk menindaklanjuti temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian beberapa waktu lalu.
"Informasi yang saya dapat lebih dari 50 orang. Ada update terbaru, bisa sampai 90 orang tim itu yang akan dilibatkan dalam pengungkapan kasus saudara NB (Novel Baswedan)," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (30/7/2019).
Menurut Dedi, tim teknis akan mulai bekerja pada 1 Agustus 2019. Tim yang diklaim terdiri dari personel pilihan itu akan bertugas selama enam bulan untuk menangkap penyerang Novel Baswedan.
Advertisement
"Yang jelas sudah dipersiapkan personel-personel yang dilibatkan di dalam tim teknis tersebut, pesonel-personel yang memiliki kompetensi terbaik yang dimiliki oleh Polri sudah dilibatkan dalam tim teknis tersebut," kata Dedi.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberikan perhatian serius terhadap kasus yang menimpa Novel Baswedan. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu meminta Polri mengungkap kasus penyerangan Novel dalam waktu tiga bulan.
"Masa kerja tetap enam bulan. Kalau misalnya yang disampaikan Presiden tiga bulan itu harus terungkap, itu merupakan suatu spirit bagi tim itu untuk bekerja secara maksimal lagi," ucap Dedi menandaskan.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Dibawa ke Kongres Amerika Serikat
Amnesty Internasional membawa kasus penyerangan air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan ke Kongres Amerika Serikat (AS).Â
Paparan disampaikan oleh Manajer Advokasi Asia Pasifik Amnesty International, Francisco Bencosme, dalam forum "Human Rights in Southeast Asia: A Regional Outlook" yang diselenggarakan di Subkomite Asia, Pasifik, dan Non-proliferasi Komite Hubungan Luar Negeri Dewan Perwakilan AS.
Bencosme menjelaskan bahwa saat serangan itu terjadi, Novel tengah memimpin penyelidikan penyalahgunaan dana proyek kartu identitas.Â
Menurut Bencosme, kasus ini tidak dapat dilihat sebagai kasus tunggal. Dia menyebut penyelidik anti-korupsi dari KPK dan aktivis serta pembela HAM di Indonesia memang kerap menjadi sasaran ancaman dan kekerasan.
Advertisement