KPK Tetapkan Eks Dirut Garuda Indonesia dan Penyuapnya Tersangka TPPU

Penetapan ini merupakan pengembangan kasus suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 07 Agu 2019, 17:42 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2019, 17:42 WIB
KPK Periksa Mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar
Mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (kiri) saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/7/2019). Satar diperiksa sebagai tersangka terkait dugaan suap pengadaan mesin Rolls-Royce PLC asal Inggris untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar (ESA) dan penyuapnya, Seotikno Soedarjo (SS) tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penetapan ini merupakan pengembangan kasus suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.

"KPK menemukan fakta-fakta yang signifikan bahwa uang suap yang diberikan SS kepada ESA dan HDS (Hadinoto Soedigno) tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, akan tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia," ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (7/8/2019).

Syarif mengatakan, untuk program peremajaan pesawat, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008 hingga 2013 dengan nilai miliaran USD.

Yakni kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce, kemudian kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S.

Kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

Syarif mengatakan, selaku konsultan bisnis dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Seotikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.

"Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan SS dalam membantu tercapainya kontrak antara PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan empat pabrikan tersebut," kata Syarif.

Menerima uang dari empat pabrikan itu, Soetikno kemudian memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada ESA dan HDS selaku Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2007-2012.

"Pemberian sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan," kata Syarif.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rincian yang Diterima Emirsyah Satar

Emirsyah Satar
Mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar menunggu pemeriksaan oleh penyidik KPK di Jakarta, Rabu (7/8/2019). Emirsyah diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls Royce PLC pada PT Garuda Indonesia (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Syarif merinci pemberian yang diterima Emirsyah Satar dan Hadinoto. Soetikno memberi Rp 5.79 miliar kepada Emirsyah untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, USD 680 ribu dan EUR 1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan SGD 1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.

Sedangkan untuk Hadinoto, Soetikno memberi USD 2,3 juta dan EUR 477 ribu yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura. Menerima suap dari Seotikno, Hadinoto pun dijerat sebagai tersangka suap oleh KPK.

"Tersangka HDS diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana," kata Syarif.

Sedangkan untuk kasus TPPU, Emirsyah dan Soetikno dijerat Pasal 3 atau pasal 4 UU RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya