16 September 2008: 21 Tewas, Panitia Zakat Maut Pasuruan Jadi Tersangka

Ribuan orang berdesak-desakan merangsek menuju gerbang pintu untuk menjadi yang terdepan mendapatkan uang zakat sebesar Rp 30.000.

oleh Rinaldo diperbarui 16 Sep 2019, 07:22 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2019, 07:22 WIB
pembagian zakat
Ilustrasi pembagian zakat massal.

Liputan6.com, Jakarta - Sejak Selasa 16 September 2008, keseharian Haji Ahmad Farouk tak lagi bebas seperti biasanya. Hari itu, Kepolisian Resor Pasuruan menetapkan dirinya sebagai tersangka atas kasus tewasnya puluhan warga di Kelurahan Purutrejo, kecamatan Purworejo, kota Pasuruan, Jawa Timur dalam acara pembagian zakat.

Ahmad Farouk yang merupakan anak dari Haji Syaikhon ditetapkan menjadi tersangka dalam kapasitasnya sebagai ketua panitia pembagian zakat yang berlangsung sehari sebelumnya, Senin 15 September 2019. Mabes Polri menyebutkan, tragedi tersebut telah menewaskan 21 orang.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Polisi Abubakar Nataprawira di Jakarta, Selasa 16 September 2008 mengatakan, Haji Ahmad Farouk selaku tersangka terancam hukuman maksimal lima tahun penjara.

Polisi mengklaim, dia tidak melaporkan kegiatan pembagian zakat kepada instansi pemerintahan dan sosial seperti dari pihak RT/RW, kelurahan, dan kecamatan.

Selain itu, keluarga Haji Syaikhon juga tidak berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk mengamankan kegiatan zakat dan melakukan kegiatan yang akhirnya menyebut pembagian zakat itu sebagai kegiatan liar karena tanpa sepengetahuan pihak kepolisian.

Semuanya berawal pada Senin, 15 September 2008, yang bertepatan dengan tanggal 15 Ramadan. Untuk kesekian kalinya Haji Syaikhon dan keluarganya menyelenggarakan pembagian zakat yang sebelumnya diumumkan lewat radio.

Acara pembagian zakat sebenarnya dimulai sekitar pukul 10.00 WIB, namun sejak pukul 06.00 WIB pagi para wanita yang terdiri dari remaja hingga manula sudah berada di depan tempat penyelenggaraan pembagian zakat. Dan tepat pukul 10.00 WIB, pembagian zakat dimulai.

Walau ribuan orang berdesak-desakan, tidak ada pengamanan yang memadai dari panitia zakat. Apalagi penjagaan dari aparat kepolisian. Kericuhan pun terjadi. Ribuan orang berdesak-desakan merangsek menuju gerbang pintu untuk menjadi yang terdepan mendaptkan uang zakat sebesar Rp 30.000.

Tak lama Kemudian, pembagian zakat dihentikan karena ribuan orang yang tidak bisa dikendalikan. Banyak wanita-wanita yang pingsan akibat kesulitan bernapas. Dan yang lebih tragis, ada yang tewas karena terinjak-injak dan kekurangan oksigen.

Korban tewas mencapai 21 orang. Beberapa saat kemudian polisi datang dan terkejut atas apa yang baru saja terjadi. Korban tewas itu dan belasan korban pingsan dibawa ke RSUD R Sudarsono Kota Pasuruan.

Berikut nama warga yang tewas:

01. Suliatin (Kepel, Kota Pasuruan)

02. Ngatemi (Gadingrejo, Kota Pasuruan)

03. Waginah (Jalan Imam Bonjol, Kota Pasuruan)

04. Farida (Tambaan, Kota Pasuruan)

05. Yanti (Kebonjaya, Kota Pasuruan)

06. Saminah (Kepel, Kota Pasuruan)

07. Salamah (Tambaan, Kota Pasuruan)

08. Chotimah (Jalan Hang Tuah, Kota Pasuruan)

09. Satuk (Ngemplak Rejo, Kota Pasuruan)

10. Asiah (Gadingrejo, Kota Pasuruan)

11. Nikmah (Jalan Halmahera, Kota Pasuruan)

12. Sumiran (Ngemplak Rejo, Kota Pasuruan)

13. Suhanik (Tamanan, Kota Pasuruan)

14. Sunarsih (Krapyakrejo, Kota Pasuruan)

15. Nafiah (Gadingrejo, Kota Pasuruan)

16. Chotjah (Desa Pasrepan, Kabupaten Pasuruan)

17. Samiatu (Desa Patuguran, Kabupaten Pasuruan)

18. Aminah (Wonojati, Kabupaten Pasuruan)

19. Safaat (Wonojati, Kabupaten Pasuruan)

20. Siti Khotijah (Rejoso Kidul, Kabupaten Pasuruan)

21. Tumiati (Tosari, Kabupaten Pasuruan)

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Vonis 3 Tahun Penjara

Haji Syaikhon adalah seorang pengusaha sarang burung walet dan pengepul kulit sapi dan juga pengusaha jual beli mobil. Ia terkenal sebagai saudagar kaya di Kota Pasuruan. Haji Syaikhon dan keluarganya telah melakukan acara pembagian zakat langsung setiap tanggal 15 Ramadan sejak tahun 1975.

Selama jangka waktu 1975-2006, pembagian zakat tidak menimbulkan insiden yang serius. Pada 27 September 2007, belasan orang yang sebagian besar perempuan pingsan akibat berdesak-desakan karena membeludaknya calon penerima zakat.

Namun, Haji Syaikhon tidak belajar dari peristiwa tahun 2007 lalu yang mengakibatkan belasan penerima zakatnya jatuh pingsan. Maka terjadilah tragedi mengenaskan itu.

Sehari setelah kejadian atau Selasa 16 September 2008, Haji Ahmad Farouk yang tak lain adalah anak dari Haji Syaikhon sekaligus ketua panitia zakat ditetapkan polisi sebagai tersangka. Sejak itu pula, Haji Syaikhon dan keluarganya menjadi tahanan kota.

Pada persidangan Selasa 2 Juni 2009, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Pasuruan memvonis Haji Ahmad Farouk dengan hukuman 3 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa sebesar 5 tahun.

Dalam persidangan yang dikawal ketat aparat kepolisian itu, majelis hakim yang diketuai M Sutardjo SH, dengan anggota Achmad Rifai SH dan Ratna SH, memutuskan terdakwa tidak terbukti bersalah untuk dakwaan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

Namun terdakwa dinyatakan bersalah untuk dakwaan Pasal 359 dan 360 KUHP, yakni kelalaian yang menyebabkan meninggal dan sakitnya orang lain hingga tidak dapat bekerja.

Sejak itu, tak ada lagi pembagian zakat massal dari keluarga Haji Syaikhon. Pihak keluarga memilih menyalurkan zakat mereka dengan cara lain.

"Atas pertimbangan trauma tersebut, kini keluarga Haji Syaikhon tidak lagi membagi-bagi zakat secara massal. Namun tetap mengeluarkan zakat yang disalurkan langsung ke yayasan-yayasan, serta badan amil zakat," kata Gus Mujib, mewakili keluarga, tanpa menyebutkan yayasan dan badan amil zakat mana saja yang menerimanya.

Ia mengatakan sengaja tidak menyebut nama yayasan yang menerima zakat Haji Syaikhon dengan pertimbangan agar tidak digeruduk warga miskin. Mujib hanya menyebutkan, nilai zakat yang dikeluarkan keluarga Haji Syaikhon ketika itu berkisar Rp 50-70 juta.

Mujib menegaskan, keluarga Haji Syaikhon yang tidak lagi membagi-bagi zakat secara massal bukan karena adanya tekanan dari aparat pemerintah, atau badan zakat. Hal itu dilakukan dengan pertimbangan trauma tragedi zakat maut 2008.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya