Kabut Asap Kebakaran Hutan, Kualitas Udara Riau Paling Tidak Sehat

BNPB mengerahkan tujuh helikopter untuk pengeboman air dan patroli dikerahkan untuk wilayah Provinsi Riau.

diperbarui 15 Sep 2019, 20:15 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2019, 20:15 WIB
Asap Karhutla Selimuti Pekanbaru
Pengendara motor menembus kabut asap pekat yang menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, Selasa (10/9/2019). Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tersebut menurunkan jarak pandang dan kualitas udara turun ke status tidak sehat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Jakarta - Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Riau berdampak buruk pada kualitas udara. Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang terpantau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sabtu 14 September menunjukkan kualitas udara terburuk terjadi di wilayah Pekanbaru, Riau.

“Terkait dampak karhutla, rekapitulasi Data P3E Sumatera KLHK dan Dinas LHK Provinsi Riau pada pukul 07.00 – 15.00 WIB mencatat ISPU tertinggi di wilayah Pekanbaru 269, Dumai 170, Rohan Hilir 141, Siak 125, Bengkalis 121, dan Kampar 113,” kata Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo dalam keterangannya, Minggu (15/9/2019).

Agus menjelaskan, angka 101 – 199 mengindikasikan kondisi kualitas udara tidak sehat. Pada Jumat 13 September lalu, kualitas udara di wilayah Riau pada kondisi sangat tidak sehat hingga berbahaya.

Data juga menunjukkan kualitas udara di provinsi lain, seperti Jambi (123), Kepulauan Riau (89), Sumatera Selatan (51), Sumatera Barat (46) dan Aceh (14).

Kualitas udara yang diukur dengan ISPU memiliki kategori baik (0-0), sedang (51-100), tidak sehat (101-199), sangat tidak sehat (200-299), dan berbahaya (lebih dari 300).

Oleh karenanya, untuk menangani Karhutla tersebut, BNPB mengerahkan tujuh helikopter untuk pengeboman air dan patroli dikerahkan untuk wilayah Provinsi Riau.

“Terhitung dari 19 Februari 2019 hingga 31 Oktober lalu, lebih dari 124 juta liter air digelontorkan untuk pengemboman air dan lebih dari 159 garam untuk operasi hujan buatan atau teknologi modifikasi cuaca (TMC),” ucap Agus.

Agus menyebut, luas lahan terbakar akibat karhutla di wilayah Riau menurut catatan BNPB mencapai 49.266 hektare. Terdiri dari 40.553 hektare lahan gambut dan 8.713 hektare lahan mineral.

“Karhutla yang masih terus berlangsung ini mengakibatkan dampak yang luas selain kerusakan lingkungan dan kesehatan, juga aktivitas kehidupan warga masyarakat,” ujar Agus.

 

Baca Berita-Berita Menarik JawaPos.com Lainnya di Sini

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya