Jokowi Perintahkan Menkumham Jaring Masukan Sempurnakan Revisi UU KUHP

Jokowi telah memerintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap pemerintah kepada DPR, yaitu agar pengesahan revisi UU KUHP ditunda.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 20 Sep 2019, 14:52 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2019, 14:52 WIB
Presiden Jokowi Beri Keterangan Terkait Revisi UU KPK
Presiden Joko Widodo usai memberikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Jokowi menyatakan mendukung sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK diantaranya kewenangan menerbitkan SP3. (Liputan6.com/HO/Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta DPR menunda pengesahan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Langkah ini diambil setelah mencermati masukan masukan dari kalangan yang keberatan.

"Saya juga memerintahkan Menkumham untuk menjaring masukan dari kalangan masyarakat sebagai bahan menyempurnakan rancangan RUU KUHP yang ada," kata Jokowi dalam jumpa pers di Istana Bogor, Jumat (20/92019).

Jokowi mengatakan, dia telah memerintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap pemerintah kepada DPR, yaitu agar pengesahan ditunda.

"Saya berharap DPR punya sikap yang sama, sehingga pembahasan RUU KUHP bisa dilakukan oleh DPR periode selanjutnya," kata Jokowi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Sebelumnya...

DPR Sahkan Revisi UU KPK
Menkumham Yasonna Laoly membacakan pandangan pemerintah terhadap revisi UU KPK dalam sidang paripurna ke-9 Masa Persidangan I 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (17/9/2019). Rapat Paripurna DPR menyetujui Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Pemerintah dan DPR telah menyepakati semua poin dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Dalam rapat kerja bersama komisi III hari ini, semua fraksi setuju dengan semua poin kecuali fraksi Gerindra yang menyampaikan catatan khusus terkait pasal 419 ayat 1.

 Panja DPR dan pemerintah tinggal mengesahkan dalam tingkat pertama atau rapat paripurna yang disebut akan digelar segera.

"Dan pandangan fraksi telah menyatakan setuju, izinkan saya untuk memberi pengesahan untuk mengetok di dalam rapat tingkat satu rapat paripurna. Bisa disepakati?" tanya Ketua Komisi III Aziz Syamsudin di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (18/9/2019).

"Bisa," jawab peserta rapat.

Adapun Fraksi Gerindra meminta agar hukuman bagi yang melakukan seks di luar nikah dinaikkan dari enam bulan menjadi satu tahun penjara.

"Terkait larangan hidup bersama di luar perkawinan dikenal masyarakat dengan istilah kumpul kebo sebagimana diatur dalam pasal 419 ayat 1 RKUHP. Hidup bersama di luar perkawinan ini adalah sikap hidup yang dilarang semua agama dan ditentang keras masyarakat umum indonesia. Karena perbuatan tersebut akan merusak tata nilai ikatan perkawinan," kata anggota fraksi Gerindra Faisal Muharam.

"Fraksi Gerindra meminta pemberatan atas sanksi pidana bagi pelaku kumpul kebo menjadi satu tahun pidana penjara," tambahnya.

Sementara, permintaaan Menkumham agar salah satu pasal yang menimbulkan kontroversi yakni 418 didrop akhirnya juga disetujui oleh Komisi III.

Menurut Yasonna, pasal 418 berpotensi menimbulkan kriminalisasi dan pemerasan, sama seperti pasal narkoba.

"Dari masukan-masukan takutnya nanti ada upaya kriminalisasi pemerasan dan lain-lain dilakukan oleh pihak untuk sesuatu hal," katanya.

Adapun isi Pasal 418 sebagai berikut: ayat 1. Laki-laki yang bersetubuh dengan seorang perempuan yang bukan istrinya dengan persetujuan perempuan tersebut karena janji akan dikawini kemudian mengingkari janji tersebut dipidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Kategori 3

Ayat 2, dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan kehamilan dan laki-laki tersebut tidak bersedia mengawini atau ada halangan untuk kawin yang diketahuinya menurut peraturan perundang-undangan dibidang perkawinan di pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak kategori 4.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya