Kejagung Ungkap Perubahan KUHP 2023 soal Hukuman Mati yang Bisa Dikonversi

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengulas isi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 2023 yang berbeda dengan sebelumnya.

oleh Nanda Perdana Putra Diperbarui 02 Mar 2025, 14:00 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2025, 14:00 WIB
Jampidum Kejagung.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Asep Nana Mulyana saat menghadiri kegiatan “Capacity Building dan Sertifikasi Penanganan Perkara Aset Kripto”, Senin 3 Februari 2025 di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, Jakarta. (Foto: Istimewa)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) mengulas isi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 2023 yang berbeda dengan sebelumnya.

Salah satunya terkait hukuman pidana mati yang dapat berubah menjadi seumur hidup jika narapidana tersebut menunjukkan penyesalan.

Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Asep N Mulyana menyampaikan soal perubahan paradigmatik dalam hukum pidana dari pendekatan retributif atau pembalasan menjadi restoratif, korektif, dan rehabilitatif.

Paradigma penegakan hukum juga mempertimbangkan kepentingan individu, masyarakat, negara, kearifan lokal, aspirasi global, dan keahlian.

"KUHP 2023 memiliki perbedaan sistematika dengan KUHP lama, termasuk jumlah bab dan pasal. KUHP 2023 membawa perubahan mendasar dalam sistematika hukum pidana, termasuk penghapusan kategori kejahatan dan pelanggaran, serta memperkenalkan pidana baru seperti pengawasan dan kerja sosial," tutur Asep dalam keterangannya, Minggu (2/3/2025).

Dia menyebut, tujuan pemidanaan meliputi pencegahan, pemasyarakatan atau rehabilitasi, penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan, penciptaan rasa aman dan damai, serta penumbuhan penyesalan bagi terpidana.

“Terdapat pembatasan pidana penjara untuk kelompok tertentu seperti anak-anak, orang tua di atas 75 tahun, first offender, dan kondisi lainnya. Pidana pokok meliputi penjara, denda, tutupan, pengawasan, dan pidana kerja sosial, sedangkan pidana tambahan meliputi pencabutan hak tertentu, perampasan barang tertentu/tagihan, pembayaran ganti rugi, pencabutan izin tertentu, dan pemenuhan kewajiban adat. Pidana mati merupakan jenis pidana paling berat,” jelas dia.

Tidak dipungkiri, pro dan kontra atas penerapan hukuman mati masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Beberapa pihak menganggap hal itu sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), sementara yang lain melihatnya sebagai instrumen keadilan dan efek jera dalam sistem peradilan pidana.

 

Rasa Penyesalan

Pelaksanaan pidana mati sendiri diatur dalam Pasal 99 KUHP 2023 dan Pasal 100 KUHP 2023, dengan mempertimbangkan rasa penyesalan terpidana dan harapan untuk memperbaiki diri, atau peran terdakwa dalam tindak pidana.

Pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan grasi ditolak oleh presiden, dan pelaksanaannya tidak dilakukan di muka umum.

Narapidana yang dijatuhi pidana mati kemudian memiliki kesempatan untuk perubahan hukuman menjadi pidana seumur hidup, jika memenuhi syarat tertentu. Seperti misalnya berkelakuan baik dan aktif mengikuti program pembinaan.

“Hukuman mati kini ditempatkan sebagai upaya terakhir dengan masa percobaan 10 tahun bagi terpidana untuk menunjukkan perubahan perilaku dan penyesalan. Jika selama masa percobaan ini terpidana menunjukkan perbaikan diri, hukuman dapat dikonversi menjadi pidana seumur hidup,” Asep menandaskan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya