Jokowi yang Absen Lagi di Sidang Umum PBB

Sejak menjabat sebagai Presiden RI, Jokowi belum pernah sekalipun menghadiri Sidang Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat.

oleh Rinaldo diperbarui 29 Sep 2019, 00:09 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2019, 00:09 WIB
Jusuf Kalla dalam Sidang Majelis Umum PBB di New York (dokumentasi PBB)
Jusuf Kalla dalam Sidang Majelis Umum PBB di New York (dokumentasi PBB)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap Presiden Joko Widodo atau Jokowi dapat menghadiri sendiri rangkaian Sidang Umum ke-75 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2020. Alasannya, kehadiran seorang kepala negara menjadi penting dalam acara terbesar di kancah internasional itu.

"Saya harap Pak Jokowi nanti hadir. Itu penting karena bagaimanapun Presiden dan Wapres kan berbeda, dia punya tingkatannya. Dan juga semuanya (kepala negara lain) menanyakan, mana Pak Joko? Jadi yang ditanya Pak Jokowi," kata Wapres JK usai menyampaikan pidato dalam Sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB di New York, Jumat (27/9/2019).

Selama pemerintahan Kabinet Kerja Jokowi-JK, Wapres JK selalu hadir lima kali berturut-turut di Sidang Umum Tahunan PBB untuk mewakili Presiden Joko Widodo. Untuk Sidang Umum tahun ini, awalnya JK berharap Jokowi yang akan hadir ke New York, karena sejak menjabat sebagai Presiden, Jokowi belum pernah sekali pun menghadiri Sidang Majelis Umum PBB.

"Saya kira memang tahun ini, kita harapkan Beliau (Jokowi) hadir. Tapi karena kesibukan di dalam negeri, jadi saya yang pergi untuk mewakili Beliau. Jadi sekali lagi, itu penting bagi suatu kepala negara hadir di sini," tambah JK.

Ketidakhadiran Presiden Jokowi dalam sidang umum PBB awalnya dipersoalkan anggota Komisi I dari Fraksi PDI Perjuangan Effendi Simbolon. Ia menilai, jika Jokowi terus diwakili oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, suasana sidang umum PBB tak akan berbeda.

"Iya, harus involve. Kalau hanya Retno Marsudi atau Pak Jusuf Kalla, emosinya kan berbeda itu, tetapi lagi-lagi saya tidak tahu persis apa alasannya (Jokowi tak hadiri sidang PBB)," kata Effendi, Senin (23/9/2019).

Menurut dia, sudah saatnya Presiden Jokowi berani berpidato di sidang umum PBB, khususnya soal posisi Indonesia di mata Internasional.

"Berani dong bicara satu dua menit di general assembly di UN sana. Bicara dong, sebutkan apa posisi kita. Itu enggak bisa kita wakilkan dengan Menlu, harus Presiden dan Presiden saya kira punya kemampuan sebenarnya," lanjut dia.

Pihak Istana pun memberi penjelasan. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut, agenda dalam negeri Presiden Jokowi sangat padat. Hal itulah yang membuat Presiden tidak pernah memenuhi undangan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York selama lima tahun terakhir.

"Kita pahami tugas-tugas presiden cukup menyita (waktu), jadi menugaskan Wapres" kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).

Mantan Panglima TNI itu mengatakan, ketidakhadiran Presiden Jokowi di New York bukan sesuatu yang patut dipersoalkan.

Sebab yang paling penting, Indonesia tidak pernah absen dalam sidang PBB. Setiap tahun, Wakil Presiden Jusuf Kalla selalu hadir untuk menggantikan Presiden Jokowi.

"Wapres adalah representasi dari negara, saya pikir enggak masalah," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Jadi Bahan Kampanye

PBB
Delegasi Indonesia yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla, Selasa (24/9/2019) pagi waktu setempat mengikuti Sesi Pembukaan General Debate Sidang Umum (SU) PBB ke 74 di Markas PBB, New York, Amerika Serikat. (Dok Humas Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI)

Isu ini juga sempat menjadi bahan kampanye Pilpres 2019 yang dilontarkan kedua kubu. Calon presiden petahana Joko Widodo menyatakan dirinya dan Jusuf Kalla selalu berbagi tugas dalam menjalankan tugas negara, termasuk dalam menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa.

Menurutnya, selama hampir 5 tahun terakhir, dirinya dan JK selalu berjalan beriringan dalam menjalankan tugas sebagai presiden dan wakil presiden.

Keharmonisan itu dia nyatakan dengan komunikasi yang tak pernah putus ketika mengambil sebuah keputusan yang sulit. Jokowi mengungkapkan bahwa dirinya selalu berdiskusi dengan JK terlebih dulu setiap dirinya mengambil keputusan yang sulit.

"Kalau Pak JK ke barat, saya ke timur. Selalu bagi-bagi tugas. Kalau ada pertemuan internasional pun, saya dengan Pak JK selalu berbagi tugas. Untuk misalnya ke markasnya PBB, kantor PBB di AS, Pak JK yang hadir," papar Jokowi saat berkampanye di Lapangan Karebosi, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (31/3/2019).

Tak hanya Sidang Umum PBB, Jokowi menekankan Indonesia selalu memastikan hadir dalam acara internasional lain, misalnya pertemuan G20 dan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC).

"Kadang Pak JK datang, kadang saya datang. Inilah sebuah pembagian tugas yang kami bagi bersama agar setiap hal yang penting bagi negara ini betul-betul terpikirkan dengan baik dan diputuskan dengan sangat hati-hati," lanjut Jokowi.

Sebelumnya, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar menyampaikan fokus pihaknya untuk mempererat hubungan internasional Indonesia dengan negara-negara lain. Dia menyindir petahana karena tidak pernah menghadiri Sidang Umum PBB selama menjabat sebagai Presiden RI dalam 4,5 tahun terakhir.

"Prabowo berkomitmen untuk hadir ketika diminta addresing speech di sidang umum PBB. Pak Prabowo akan beda dengan Jokowi yang tidak pernah hadir dalam Sidang Umum PBB," ujar Dahnil di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu (30/3/2019).

Tak Hanya Jokowi

Jusuf Kalla Berpidato di Sidang Majelis Umum PBB
Wapres Jusuf Kalla mewakili Indonesia menyampaikan pidato pada sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB ke-72 di New York, Kamis (21/9). Kemajuan HAM dan reformasi PBB menjadi salah satu isu perhatian Indonesia pada Sidang tahun ini. (TIM MEDIA WAPRES)

Sidang Umum PBB digelar pada bulan September setiap tahunnya di markas PBB di New York, Amerika Serikat. Seluruh pemimpin negara anggota PBB diundang untuk berbicara di panggung dunia ini.

Sidang Umum Majelis PBB ke-74 tahun ini dihadiri 193 negara anggota PBB, 100 kepala negara, tiga wakil presiden, 47 perdana menteri, 36 menteri serta 2 chairman of delegation.

Beberapa pemimpin negara getol sekali menghadiri SU PBB untuk menyuarakan pandangan negaranya. Salah satunya adalah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang tidak pernah absen menghujat Iran dan meminta dukungan Amerika Serikat di mimbar Sidang Umum PBB.

Memang tidak semua pemimpin negara menghadiri Sidang Umum PBB. Selain Jokowi, tahun ini Presiden Rusia Vladimir Putin, Kanselir Jerman Angela Merkel, dan Perdana Menteri India Narendra Modi yang juga tidak datang.

Pada sidang umum PBB yang digelar mulai Senin (23/9/2019), Wakil Presiden Jusuf Kalla tiba di Hotel Westin New York Grand Central, Sabtu (21/9/2019) malam pukul 20.20 waktu setempat.

Dalam lawatannya ke negeri Paman Sam ini, Wapres mewakili Presiden Jokowi memimpin delegasi Indonesia berbicara di forum sidang umum PBB ke-74 bertajuk "Galvanizing Multilateral Effort for Poverty Eradication, Quality Education, Climate Action and Inclusion".

Wapres JK sendiri mendapat giliran menyampaikan pidato di hari ketiga Sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum ke-74 PBB. Padahal, jika Presiden Jokowi yang hadir sendiri, Indonesia bisa mendapat giliran di hari pertama atau kedua pada Sesi Debat Umum.

"Jadi ukurannya bukan negara besar atau tidak, tapi Anda (pembicara) pangkatnya apa, itu protokolernya berlaku. Seperti tadi yang berbicara pertama dari Mauritius, itu negara penduduknya hanya 20 ribu sampai 30 ribu. Jadi kalau Pak Jokowi (hadir), mungkin hari pertama atau hari kedua berbicara. Ini saya baru hari ketiga berbicara," jelas JK.

Pidato Wapres JK dalam Sidang Umum PBB kali ini mengangkat tema mengenai "Galvanizing multilateral efforts for poverty eradication, quality education, climate action and inclusion", yang disampaikan setelah Presiden Mauritius Paramasivum Pillay Vyapoory, dan diikuti Perdana Menteri Lesotho Thomas Motsoahae Thabane.

Dalam pidato tersebut, Wapres menyampaikan mengenai lima hal tentang multilateralisme, perdamaian dunia, penguatan negara kawasan, pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030, serta penghormatan terhadap kedaulatan negara lain.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya