Liputan6.com, Jakarta - Pagi itu, suasana Mapolrestabes Medan, Sumatera Utara mendadak mencekam. Sebuah ledakan keras diduga bom bunuh diri memekakkan telinga dan membuat orang-orang di halaman kantor polisi itu panik berhamburan menyelamatkan diri.
Asap putih membumbung tinggi dari lokasi ledakan. Suara alarm mobil meraung-raung. Sementara seorang terduga pelaku terlihat tergeletak dengan kondisi mengenaskan, tubuhnya tercerai berai.
Aksi bom bunuh diri tersebut terjadi pada Rabu (13/11/2019) sekitar pukul 08.35 WIB. Kejadian bertepatan saat ramai warga mengurus pembuatan SKCK sebagai syarat pendaftaran CPNS. Anggota Polrestabes Medan juga baru saja selesai melaksanakan apel pagi.
Advertisement
Insiden bom bunuh diri itu menewaskan satu terduga pelaku dan melukai enam orang. Korban luka terdiri dari empat anggota polisi, satu pekerja harian lepas, dan satu warga sipil. Para korban langsung dibawa ke RS Bhayangkara Medan untuk mendapatkan perawatan medis.
Berdasarkan rekaman CCTV, terlihat terduga pelaku yang mengenakan jaket ojek online (ojol) berjalan kaki di halaman Mapolrestabes Medan. Bom meledak saat pelaku hampir mendekati beberapa anggota polisi yang tengah berdiri di deretan depan mobil yang terparkir.
Pengamat terorisme Ansyaad Mbai tak menampik pemerintah kecolongan terkait aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan pagi tadi. Menurut dia, semua aksi teror terjadi karena pemerintah kecolongan.
"Semua aksi teror di situ judulnya kecolongan, di manapun. Karena Anda tahu, tidak ada negara yang tidak kecolongan terhadap aksi teroris ini," ujar Ansyaad kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu (13/11/2019).
Dengan Undang-Undang Terorisme yang baru, aparat kepolisian dituntut berpacu menangkap sel-sel teroris sebelum mereka beraksi. Namun yang menjadi rumit, karakteristik teroris di Indonesia sudah mulai berubah. Saat ini pelaku cenderung beraksi perseorangan atau lone wolf.
"Itu makin sulit terdeteksi, tidak seperti dulu misalnya dalam satu organisasi yang terstruktur ya begitu ketangkap salah satu atau terindikasi salah satu ya bisa langsung dilacak secara keseluruhan. Sekarang kan lebih banyak sel kecil dan lebih ke lone wolf," ucap Ansyaad.
Karakteristik tersebut tak lepas dari kondisi kelompok teroris di Timur Tengah seperti Al-Qaeda dan ISIS yang selama ini menjadi baiat mereka, kini mulai kocar-kacir. Hal itu menjadikan simpatisan ISIS di Indonesia tidak lagi memiliki arahan dari satu kelompok besar dan membuat mereka beraksi secara perorangan.
Kendati begitu, Ansyaad menilai, teror di Mapolrestabes Medan ini memiliki keterkaitan dengan rentetan bom bunuh diri di Surabaya beberapa waktu lalu. Pascabom Surabaya yang dibarengi pengesahan revisi UU Terorisme, polisi gencar menangkap sel-sel tidur kelompok teror di Indonesia.
Selain itu, bomber di Mapolrestabes Medan juga diduga berkaitan dengan penangkapan besar terhadap jaringan JAD Sibolga pimpinan Abu Hamzah serta peristiwa penyerangan mantan Menko Polhukam Wiranto yang dilakukan Abu Rara.
"Kalau mau ditelusuri itu pasti ada kaitan dengan jaringan pelaku yang menusuk Pak Wiranto. Pasca itu kan 50-an orang teroris disisir, ditangkepin semua. Kalau ditanya orang per orang itu dia enggak bakal ngaku dia dari jaringan mana, tetapi dari track record mereka dari file-file mereka ya Densus itu sudah bisa (mengidentifikasi), ah ini JAD," kata Ansyaad.
Ansyaad menyebut, Medan tidak spesifik dipilih sebagai target serangan teror. Menurut dia, teroris bisa menyasar siapa saja dan di mana saja tergantung kesempatan yang dimiliki. Kendati, dia mengingatkan bahwa Medan menjadi salah satu daerah rawan terorisme.
Sama seperti aksi teror pada umumnya, bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan juga diyakini bermotif jihad menurut pemahaman mereka. Para teroris menganggap pemerintah Indonesia sebagai musuh mereka.
"Sebetulnya target itu ya pemerintah dan pihak-pihak yang mendukung pemerintah yang menentang tujuan mereka. Dan pihak pemerintah yang paling gampang ditemukan di lapangan ya polisi," kata Ansyaad.
Lebih lanjut, Ansyaad menyatakan, terorisme di Indonesia sulit dihilangkan selama benih-benih radikalisme tetap tumbuh subur.
"Selama radikalisme marak dan kita belum berhasil membendung narasi-narasi radikalisme, selama itu akan terus, karena terorisme itu kan anak kandung dari radikalisme atau buah dari radikalisme ini," katanya memungkasi.
Mantan teroris, Ali Fauzi Manzi menilai, serangan teroris di Indonesia saat ini ada dua macam. "Kalau dulu memang murni ideologi. Sekarang terjadi pergeseran, dasarnya ideologi dan politik kekuasaan," tutur dia, Rabu (13/11/2019).
Adik kandung anggota trio bomber Bali itu menuturkan, kelompok teroris yang bergerak sejak 2010 hingga sekarang berdasar pada ideologi dan politik. Mereka berafiliasi dengan kelompok teroris ISIS.
"Aplikasinya kepada ISIS. Selain ideologi, ini ada tujuan membuat kekuasaan bernegara. Karena mereka sudah punya kekhilafahan yang hancur," kata dia.
Berbeda dengan kelompok pertama yang bergerak pada 2000-2010. Kelompok itu didominasi Jamaah Islamiyah (JI) dan bermotif ideologi.
"Ini sebuah pembalasan untuk menyerang orang-orang barat, khususnya Amerika, Inggris, Australia, Kanada dan sebagainya yang memusuhi negara Islam. Karena motifnya ideologi. Misalkan Bom Bali," ucap Ali.
Ali menegaskan, setelah hancurnya kekuasaan ISIS, para teroris ini kembali ke daerahnya masing-masing untuk melancarkan serangannya. "Di sinilah, sangat sulit untuk dideteksi keberadaannya. Sasaran mereka, bukan lagi pada orang orang Barat," ujar Pendiri Yayasan Lingkar Perdamaian itu.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md membantah pemerintah disebut kecolongan terkait aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan.
"Memang selalu terjadi begitu. Masa setiap terjadi kebobolan. Memang kegiatan terorisme begitu. Main hit and run, lari sembunyi, lari sembunyi," kata Mahfud Md di kantornya, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2019).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini memandang, dengan kejadian ini, justru akan membuat pihak keamanan untuk mencari jaringan terorisme mana yang bergerak sekarang.
"Itu pintu masuk untuk membuka jaringan. Dan itu selalu tidak sulit untuk melakukan ini," kata Mahfud.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Menyamar Jadi Ojol
Detik-detik bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan terekam kamera CCTV. Terlihat terduga pelaku mengenakan jaket ojek online (ojol) dan menggendong tas ransel.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo memastikan, pelaku bukan pengemudi ojek online. terduga pelaku yang teridentifikasi bernama Rabbial Muslim Nasution (RMN) alias Dede itu berstatus sebagai pelajar.
"Itu penyamaran. Dari rekam jejak di medsos memang cukup aktif, rangkaian yang ditemukan Densus 88 akan dicocokkan," ujar Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (13/11/2019).
Dedi mengklaim, pengamanan Mapolrestabes Medan saat terjadi serangan bom bunuh diri sudah sesuai prosedur. Setiap orang yang hendak masuk ke kantor polisi itu harus melewati pemeriksaan fisik dan barang.
"Kebetulan pada saat itu ada beberapa kegiatan kepolisian dan masyarakat yang akan buat SKCK yang bersama-sama masuk. Momen-momen seperti itu dimanfaatkan pelaku untuk menyusup," katanya.
Menurut jenderal bintang satu itu, pelaku menyembunyikan bom di tubuhnya dengan cara dililit di bagian pinggang, bukan dibawa di tas yang digendongnya. Namun polisi belum bisa menympulkan jenis dan kekuatan bom tersebut.
Dari lokasi kejadian, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa material bom. "Ada baterai 9 volt, plat besi metal, ada sejumlah paku cukup banyak berbagai ukuran, beberapa irisan kabel dan potongan kabel yang sedang didalami. Ada tombol switch on off juga, potongan tubuh," kata Dedi.
Kesimpulan sementara, pelaku beraksi seorang diri alias lone wolf. "Pelaku lahir di Medan, berstatus pelajar atau mahasiswa, dugaan sementara pelaku melakukan aksi teror lone wolf," kata Karo Penmas Polri Brigjen Dedy Prasetyo di Jakarta, Rabu (13/11/2019).
Meski demikian, polisi masih terus mendalami identitas lebih lengkap bomber yang telah dikantongi oleh kepolisian. "Pengembangan nanti sangat ditentukan tim di lapangan," kata Dedy.
Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud Md menyebut, kepolisian masih mengejar satu terduga pelaku serangan bom bunuh diri Mapolrestabes Medan yang kabur.
"Penanganan soal bom yang saat ini sudah diketahui pasti korban jiwa ada satu pelaku, dan empat aparat kita dari Polisi yang satu dari orang biasa (luka-luka). Yang satu bombernya lari dan masih pengejaran," kata Mahfud di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, (13/11/2019).
Advertisement
Aktif di Media Sosial
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyampaikan, pelaku bom bunuh diri di Polrestabes Medan bernama Rabbial Muslim Nasution (RMN) alias Dede (24), diidentifikasi berdasarkan sidik jari yang ditemukan di TKP.
Berdasarkan penelurusan, pelaku diduga juga memiliki akun YouTube dengan nama Rabbial Muslim Nasution - Indonesia dengan 481 subscriber.
Unggahan pertamanya pada 2 Maret 2013 dengan judul Jokowi datangi korban BANJIR di Medan ( JANGKA ) yang telah diputar sebanyak 1.936 kali. Video tersebut berisikan seorang pria yang diduga pemilik akun, berperan sebagai wartawan yang meliput bencana banjir.
Sementara unggahan selanjutnya pada 20 September 2019 merupakan video berdurasi 15 detik.
Terkait hal tersebut, Dedi menyampaikan pihaknya akan menelusuri berbagai hal terkait dengan identitas pelaku.
"Masih didalami. Temuan semua dari Densus 88 akan ditelusuri," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (13/11/2019).
Sejauh ini, Polri masih terus menjaga situasi tetap kondusif, khususnya terkait keamanan dan ketertiban masyarakat. "Juga identifikasi beberapa kendaraan roda dua yang dicurigai," kata Dedi.
Polisi juga menggeledah satu rumah di Jalan Jangka, Gang Tentram, Kelurahan Sei Putih Barat, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut). Rumah yang digeledah diketahui merupakan tempat tinggal keluarga Dede, terduga pelaku bom Medan.
Di lokasi penggeledahan terlihat Kasat Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Eko Hartanto. Bersama personel kepolisian lain, Eko turut melakukan penggeledahan di rumah bernomor 89 B tersebut.
Saat keluar dari dalam rumah keluarga pelaku bom bunuh diri tersebut, dengan mengenakan celana hitam dan kemeja putih, Eko enggan memberikan jawaban atas hasil pemeriksaan yang dilakukan.
"Sabar, ya. Nanti saja, saya tidak bisa berikan keterangan sekarang," ucap Eko singkat sembari berlalu pergi menaiki mobil.
Saat ini pihak kepolisian bersama TNI masih menggeledah rumah tersebut, yang diketahui milik orang tua pelaku peledakan bom Medan.
Sepupu pelaku, Maya, yang tinggal di sebelah rumah mengatakan, Dede memang pernah tinggal di rumah tersebut. Sejak menikah beberapa tahun lalu, Dede pindah ke kawasan Marelan. Rumah tersebut kini ditempati orang tuanya.
"Enggak ingat kapan. Sudah lama. Saya juga sudah lupa di mana dia tinggal sekarang. Di ujung Marelan sana, pastinya enggak tahu," katanya kepada wartawan.
Maya menyebut, Dede dikenal sebagai sosok yang baik, dan pernah bekerja sebagai pedagang bakso bakar keliling. Untuk saat ini, Maya tidak tahu tahu apa pekerjaan Dede.
"Kita sudah tidak pernah berkomunikasi lagi," ucapnya.
Diakui wanita 41 tahun itu, tidak menyangka Dede sebagai pelaku ledakan di Mapolrestabes Medan. Selama ini Maya mengenal Dede sebagai pribadi yang rajin beribadah.
"Kalau salat, dia enggak tinggal. Untuk pengajian, saya enggak tahu di mana. Saya tahu orangnya sangat rajin ibadah," Maya mengungkapkan.