Pengacara Korban First Travel: Putusan MA Jauh dari Rasa Keadilan

Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait aset First Travel dirampas negara sangat jauh dari harapan para korban.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Nov 2019, 10:21 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2019, 10:21 WIB
Tuntut Ganti Rugi, Korban First Travel Laporkan Gugatan ke PN Depok
Kuasa hukum dan sejumlah calon jemaah korban First Travel tiba di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Senin (4/3). Para korban mengajukan gugatan perdata untuk aset First Travel. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kuasa hukum korban First Travel, Mustolih Siradj mengatakan, putusan Mahkamah Agung (MA) terkait aset First Travel dirampas negara sangat jauh dari harapan para korban. Karena, korban ingin uang mereka kembali.

"Putusan MA jauh dari rasa keadilan, jadi berbulan-bulan, bertahun-tahun, 63 ribu korban ini kan menunggu keadilan, menunggu proses peradilan, ternyata putusannya jauh dari rasa keadilan, malah melukai rasa keadilan. Kenapa, uang ini kan uangnya jamaah, uangnya konsumen untuk dana umroh. Tapi kemudian malah putusannya itu dirampas oleh negara," kata Mustolih saat dihubungi merdeka.com, Jakarta, Rabu (20/11/2019).

Menurutnya, putusan tersebut berbeda dengan putusan yang diberikan kepada perusahan umroh lainnya yakni Abu Tour yang berada di Makassar.

"Karena ini berbeda dengan putusan Abu Tour (Travel) di Makassar itu kan dengan modus yang sama, dengan pola yang mirip itu ternyata putusannya berbeda, dia tidak merampas untuk negara, malah dia dikembalikan ke jamaah, ini kan berbeda. Satu kasus yang sama dengan putusan yang beda," jelasnya.

Ia menegaskan, putusan terkait perampasan aset First Travel negara dinilai jauh dari rasa keadilan. Meski begitu, masih adanya peluang untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

"Tapi khusus menyangkut dengan First Travel saya kira ini jauh dari rasa keadilan, tetapi masih ada peluang untuk melakukan upaya yaitu salah satunya dengan Peninjauan Kembali (PK). Tapi PK ini harus diajukan oleh terdakwa yaitu Annisa Hasibuan dan Andika Surachman, karena Jaksa tidak bisa mengajukan PK," tegasnya.

Ia mengungkapkan, beberapa waktu yang lalu ada beberapa jamaah yang mengajukan penagihan one prestasi First Travel yang dilakukan di Pengadilan Niaga. Namun, saat itu ada perjanjian damai dari pihak First Travel.

"Damai dalam arti jamaah menyepakati adanya pergantian dengan proposal perdamaian yang disampaikan oleh First Travel, akhirnya humologasi bahasanya," ujar dia.

"Nah, nanti dengan situasi yang sekarang First Travel itu dirampas asetnya, maka ada beberapa temen lawyer yang memegang jamaah untuk mau membatalkan perjanjian itu dan sehingga nanti kemudian valid, didalam valid nanti kemudian diambil aset-asetnya untuk dibagi, jalurnya cuma itu saya kira," ungkapnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Pertanyakan Pengurus Pengelola Aset Korban First Travel

Dalam salah satu putusan tersebut, ternyata Pengurus Pengelola Aset Korban First Travel menyampaikan surat dan pernyataan penolakan menerima pengembalian barang bukti tersebut. Putusan itu pun menjadi pertanyaan oleh Mustolih selaku kuasa hukum korban First Travel.

"Dulu memang sempet denger ada group-group jamaah yang kemudian menamakan diri membuat notaris sebagai Pengelola Aset Frist Travel, tetapi saya semalem diskusi dengan Kepala Biro Hukum Mahkamah Agung, disalah satu TV swasta, itu kita dalami siapa mereka ini gitu loh," ucapnya.

Menurutnya, dengan adanya putusan tersebut hakim dinilai tak cermat dalam membaca. Dengan begitu, ia pun mempertanyakan siapa pihak pengelola aset korban First Travel.

"Kemudian, artinya saya mengatakan bahwa dasar ada pihak yang menyatakan diri sebagai pengelola aset First Travel menolak pengembalian aset, itu saya kira tidak tuntas didalami oleh hakim pengadilan sampai dengan Mahkamah Agung, artinya tidak cermat membaca," tuturnya.

"Karena 63 ribu ada minimal itu ada dua kepentingan, yang pertama ada kepentingan jamaah yang ingin diberangkatkan, ada satunya lagi jamaah ingin uangnya dikembalikan. Nah, pengelola aset ini yang mana, yang merepresentasikan pihak yang mana," tambahnya.

Diketahui, Putusan Kasasi Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018 lewat situs Mahkamah Agung (MA) mengungkap pertimbangan mengapa akhirnya aset disita untuk negara dan bukan dikembalikan ke jemaah.

Pertama, Bahwa terhadap barang bukti Nomor urut 1 sampai dengan Nomor urut 529, Pemohon Kasasi I/Penuntut Umum sebagaimana memori kasasinya memohon agar barang-barang bukti tersebut dikembalikan kepada para calon jemaah PT First Anugerah Karya Wisata melalui Pengurus Pengelola Asset Korban First Travel berdasarkan Akta Pendirian Nomor 1, tanggal 16 April 2018 yang dibuat dihadapan Notaris Mafruchah Mustikawati, SH, M.Kn, untuk dibagikan secara proporsional dan merata akan tetapi sebagaimana fakta hukum di persidangan ternyata Pengurus Pengelola Asset Korban First Travel menyampaikan surat dan pernyataan penolakan menerima pengembalian barang bukti tersebut.

Kedua, Bahwa sebagaimana fakta di persidangan, barang-barang bukti tersebut merupakan hasil kejahatan yang dilakukan oleh para Terdakwa dan disita dari para Terdakwa yang telah terbukti selain melakukan tindak pidana Penipuan juga terbukti melakukan tindak pidana Pencucian Uang.

Oleh karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 39 KUHP juncto Pasal 46 KUHAP barang-barang bukti tersebut dirampas untuk Negara.

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya