Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan Istana tidak menginisiasi usulan penambahan masa jabatan presiden dari 2 periode menjadi 3 periode.
"Sama sekali tidak ada inisiasi dari Istana tentang wacana itu. Jadi kalau komentar, apa yang dikomentari?" kata Moeldoko di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (26/11/2019).
Moeldoko menyebut, usulan penambahan masa jabatan presiden bisa datang dari mana saja. Bisa dari partai politik maupun publik.
Advertisement
"Bisa dari siapa saja, yang jelas pemerintah tidak ada inisiasi untuk itu. Kalau dari parpol, siapapun, akademisi, silakan berkembang," ujarnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan Presiden Jokowi sama sekali tidak berpikir untuk menambah masa jabatan presiden.
"Sampai hari ini presiden sama sekali tidak berpikir itu dan ini juga kalau dibiarkan menjadi kontra produktif," kata Pramono di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (25/11).
Pramono menyebut, Jokowi merupakan Presiden yang dipilih rakyat setelah reformasi. Karena itu, dia yakin Jokowi tetap mempertahankan UUD 1945 hasil amandemen pertama yang menjelaskan tentang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden lima tahun.
"Beliau akan taat dan patuh kepada apa yang sudah ada. Bahkan partai-partai pun termasuk partai besar mereka beranggapan bahwa gagasan ini terlalu mengada-ada," ucap Pramono.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Usulan Partai Nasdem
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani menolak menjawab mengenai usulan penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode dalam amandemen terbatas UUD 1945.
Arsul meminta, semua pihak untuk menanyakan langsung pada partai yang mengusulkan wacana tersebut, yakni Partai NasDem.
"Tentu ini harus ditanyakan kepada yang melayangkan ini, kan bukan saya yang melayangkan. Ini ada yang menyampaikan seperti ini, kalau tidak salah mulai dari anggota DPR dari Fraksi NasDem tentu kita harus tanyakan kepada yang melayangkan secara jelas apa," kata Arsul di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Wakil Ketua MPR ini menilai, terlalu cepat untuk membicarakan soal penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Sebab, saat ini MPR masih terus melakukan audiensi amandemen UUD 1945 keapda masyarakat.
"Di dalam jadwal MPR sendiri di tahun 2020 bahkan 2021 menampung berbagai aspirasi masyarakat yang terkait khususnya dengan rekomendasi dari MPR periode lalu. Mari Kita lihat nanti di ruang publik seperti apa, apakah katakanlah ini mendapatkan dukungan dari mayoritas rakyat atau tidak," ungkapnya.
Â
Reporter: Titin Supriatin
Sumber: Merdeka.com
Advertisement