ATVSI: Masyarakat Masih Peduli Cek Informasi Medsos ke Media Mainstream

Gilang mengatakan, generasi milenial yang lahir pada tahun 80 hingga 90-an ke atas, sebanyak 93 persen menyaksikan televisi dan penggunan internet meningkat hingga 72 persen.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 13 Des 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 13 Des 2019, 17:00 WIB
Sekjen Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar
Sekjen Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar dalam diskusi di kantor Majelis Nasional KAHMI, Jakarta Selatan, Jumat (13/12/2019).

Liputan6.com, Jakarta - Kecepatan penyebaran informasi lewat media sosial kini semakin masif, sejalan dengan terus berkembangnya teknologi. Media mainstream semacam televisi, radio, dan koran yang dinilai konvensional pun disebut-sebut akan terjun bebas tertinggal.

Sekjen Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar menyampaikan, fenomena yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Masyarakat nyatanya semakin peduli untuk memeriksa kebenaran informasi yang diperoleh di media sosial, lewat media mainstream.

"Bagian penelitian mengatakan kalau sekarang masyarakat menerima berita di media sosial, mereka akan mengkonfirmasi ke media mainstream, salah satunya televisi. Ini informasi yang membahagiakan. Masyarakat peduli," tutur Gilang di Kantor KAHMI, Jakarta Selatan, Jumat (13/12/2019).

Gilang merujuk pada penelitian yang dilakukan lembaga riset Nielsen tahun 2019 ini. Ditemukan bahwa, Generasi Z yang lahir di atas tahun 2000 masih sangat menikmati siaran televisi.

"Yang nonton TV masih 96 persen. Yg akses internet juga tinggi, 93 persen. Untuk Radio 32 persen, OOH (Out of home advertising) 53 persen, dan cetak 4 persen," jelas dia.

Sementara, Generasi Milenial yang lahir pada tahun 80 hingga 90-an ke atas, sebanyak 93 persen menyaksikan televisi dan penggunan internet meningkat hingga 72 persen. Adapun generasi yang lahir pada 1980 ke bawah, 96 persen menyaksikan televisi dan 33 persen menggunakan internet.

"Kenapa TV masih diminati? Pertama, karena free to air, gratis dalam mengakses. Kalau internet harus bayar. Tapi kalau ditanya ke pengiklan kenapa masih ke TV karena TV masih memiliki daya penetrasi yang besar. Bisa masuk alam bawah sadar dan masuk ke pikiran orang. Mengubah pola pikir, sikap, pandangan, tindakan, dan perilaku," kata Gilang.

Meski begitu, lanjutnya, di tahun 2019 ini persentasi kenaikan pengiklan melalui media modern alias yang menggunakan internet meningkat sangat signifikan. 

"Kenaikan signifikan ada di media modern platform digital ini. Kenaikannya 18,2 persen. Sedangkan TV kenaikannya hanya 3,1 persen," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Kontrol Penyebaran Informasi

Sudah Tahukan Kamu Netiquette Medsos?
Ilustrasi sosial media. (via: qureta.com)

Sementara itu, Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI, Hamdan Zulfa menambahkan, media mainstream memiliki peran penting dalam mengatasi sulitnya kontrol penyebaran informasi di media modern berbasis internet.  

"Media memiliki dua posisi, secara strategis bisa dimanfaatkan sebagai kekuatan pertahanan keamanan negara, bisa juga sekaligus menjadi ancaman," beber Hamdan.

Di masa sekarang, media bisa menentukan pertahanan dan keamanan suatu bangsa. Tugas warga negara adalah membantu menjaga keutuhan negara, dengan menggunakan alat perang yang sama yaitu media.

"Dengan demikian, tanggung jawab media modern ini adalah tanggung jawab seluruh warga Indonesia. Tentu penanggung jawab utama adalah pemerintah, tapi kita perlu memberikan sokongan," Hamdan menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya