Liputan6.com, Jakarta - Dunia seni tanah air kehilangan salah satu aktor terbaiknya, Ray Sahetapy. Kepergian pria yang dikenal lewat peran-peran ikonik itu meninggalkan duka mendalam, tak hanya bagi keluarga, tetapi juga para penggemarnya. Namun, ada hal yang menjadi sorotan publik: jenazah Ray baru dimakamkan tiga hari setelah wafat.
Informasi yang beredar, selama tiga hari, jenazah Ray Sahetapy disemayamkan di Rumah Duka Sentosa, RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Ia meninggal dunia pada Selasa lalu, namun baru dimakamkan pada Jumat. Penundaan ini bukan tanpa alasan.
Menurut keterangan resmi keluarga, penundaan dilakukan untuk menunggu kepulangan putra ketiga Ray, Surya Sahetapy, yang sedang berada di Amerika Serikat. Surya dikenal sebagai tokoh tuli yang aktif memperjuangkan hak-hak difabel di Indonesia.
Advertisement
Keputusan untuk menunda pemakaman diambil setelah keluarga melakukan diskusi dengan beberapa ahli agama. Anak bungsu Ray, Raya Sahetapy, menyampaikan bahwa pihak keluarga ingin menghormati keinginan semua anak bisa hadir di pemakaman ayah mereka.
"Setelah konsultasi dengan beberapa ahli agama, itu tidak apa-apa kalau menunggu anak," kata Raya dalam wawancara dengan media, Kamis (3/4).
Namun demikian, sejumlah tokoh agama memiliki pandangan berbeda mengenai penundaan pemakaman jenazah. Salah satunya adalah KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya. Ia pernah menegaskan pentingnya menjalankan syariat Nabi Muhammad SAW dalam urusan kematian.
“Sebagus-bagusnya jenazah itu adalah segera dimandikan, disoalatkan, lalu dikubur,” ujar Buya Yahya dalam sebuah ceramah yang dikutip dari kanal youtube @kharismadevarantika. Ia mengingatkan bahwa penundaan karena alasan emosional sebaiknya dihindari.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Pendapat Buya Yahya dan UAS
Menurutnya, meski niatnya baik, menunggu kerabat yang jauh datang untuk melihat jenazah tidak semestinya mengalahkan syariat. “Memangnya kalau datang bisa menghidupkan lagi? Kan tidak. Itu hanya perasaan saja,” tegasnya.
Pandangan senada juga disampaikan oleh Ustadz Abdul Somad (UAS). Ia menekankan pentingnya menyegerakan pemakaman sebagai bagian dari adab terhadap jenazah.
“Kita hanya disuruh percaya bahwa roh itu akan keluar dari badan, lalu badan akan membusuk. Makanya jenazah dikubur cepat-cepat,” ujar UAS dalam ceramahnya, yang dikutip dari kanal YouTube @Tasya_izoel.
Ia melanjutkan, jika jenazah orang baik, maka ia akan segera berjumpa dengan kebaikannya. Sementara jika bukan, maka segera pula kita ‘melepaskan’ beban dari dunia. Menurutnya, jenazah tidak sebaiknya dibiarkan lebih dari 24 jam.
UAS bahkan menyindir kebiasaan sebagian masyarakat yang menunda pemakaman karena alasan teknis. “Kalau meninggal malam, ya kuburkan malam. Banyak sahabat Nabi dikuburkan malam. Kenapa kita tidak? Karena tukang gali kuburnya yang tidak mau,” ujarnya disambut tawa para jamaah.
Meski begitu, keluarga Ray Sahetapy tampaknya sudah berusaha mengambil jalan tengah. Dengan konsultasi pada ulama dan mempertimbangkan kondisi emosional anak-anaknya, mereka mengambil keputusan yang diyakini terbaik.
Pemakaman Ray pun akhirnya berlangsung khidmat. Surya Sahetapy yang baru tiba dari Amerika bisa mengantar ayahnya ke tempat peristirahatan terakhir. Momen itu menjadi pelepasan yang penuh haru dan penghormatan terakhir dari sang putra.
Advertisement
Jadikan Pandangan UAS dan Buya Yahya sebagai Pengingat
Momen perpisahan ini sekaligus menjadi ruang untuk mengenang sosok Ray sebagai ayah, seniman, dan manusia biasa yang begitu mencintai keluarganya. Ia dikenal sebagai pribadi yang sabar, rendah hati, dan penuh semangat dalam mendampingi anak-anaknya yang berkebutuhan khusus.
Perdebatan mengenai waktu pemakaman memang kerap muncul dalam berbagai situasi. Namun, setiap keluarga tentu memiliki pertimbangan dan keyakinannya masing-masing dalam mengambil keputusan.
Pandangan Buya Yahya dan UAS bisa menjadi pengingat bahwa dalam Islam, mengurus jenazah dengan cepat merupakan bentuk penghormatan. Namun realitas di lapangan seringkali menuntut kompromi antara tuntunan syariat dan kondisi keluarga.
Yang pasti, kepergian Ray Sahetapy telah menyisakan pelajaran tentang cinta, keluarga, dan tanggung jawab. Meski raganya telah tiada, nama dan dedikasinya akan terus hidup dalam kenangan banyak orang.
Semoga amal ibadah Ray Sahetapy diterima oleh Allah SWT dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan serta kekuatan dalam menghadapi duka.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
