Pengamat Sebut Gejolak soal Omnibus Law Hal Biasa

Asep menilai draft Omnibus Law Cipta Kerja bukan harga mati. Artinya, masih terdapat kesempatan bagi pembuat undang-undang untuk menampung aspirasi masyarakat.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mar 2020, 12:09 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2020, 12:09 WIB
Ilustrasi Omnibus Law
Ilustrasi Omnibus Law. Liputan6.com/Abdillah

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Hukum dan Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Asep Warlan Yusuf memandang gejolak di masyarakat soal draft Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sebagai hal yang biasa. Menurutnya, pemerintah dan DPR, selaku pembuat undang-undang, akan mengakomodir kepentingan masyarakat.

"Undang-Undang yang banyak melibatkan banyak pihak memang pasti sedikit ada resistensi," katanya, Senin (9/3/2020).

Dia menilai draft Omnibus Law Cipta Kerja bukan harga mati. Artinya, menurut Asep, masih terdapat kesempatan bagi pembuat undang-undang untuk menampung aspirasi masyarakat. Aspirasi masyarakat dibutuhkan untuk membuat produk legislasi yang dapat bermanfaat bagi semua pihak.

"Melibatkan banyak pihak, jangan sampai undang-undang lahir prematur. Banyak orang menggugat dan ada tudingan konspirasi dengan asing," tuturnya.

Dia memandang positif lahirnya aturan itu. Sebab, selama ini aturan yang ada kerap tumpang tindih dan inkonsisten antara aturan yang satu dengan yang lain.

"Buat paket satu-satu membutuhkan waktu. Kalau ingin melibatkan semua orang juga butuh waktu. Jadi pemerintah menganggap selesaikan dulu versi pemerintah kemudian nanti, silakan DPR kalau ingin melibatkan banyak pihak, DPR yang mengundang," tambahnya.

Belakangan ini, sejumlah pihak menolak keberadaan draft Omnibus Law Cipta Kerja, di antaranya serikat pekerja dan kalangan mahasiswa.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya