5 Tahun Kematian Akseyna, Keluarga Tak Lelah Mengharap Keadilan

Ayah Akseyna percaya banyak kejanggalan dalam kasus dugaan pembunuhan sang buah hati. Berikut ulasannya.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 04 Feb 2020, 15:26 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2020, 15:26 WIB
Akseyna
Mahasiswa Universitas Indonesia, Akseyna Ahad Dori, yang ditemukan tewas mengambang di Danau Kenanga UI. (Facebook Akseyna Ahad Dori)

Liputan6.com, Jakarta - Sepucuk surat dengan tulisan, "Will not return for eternity, please don't search for existence, my apologies for everything," ditemukan teman Akseyna Ahad Dori bernama Jibril. 

Surat itu diduga ditulis oleh Akseyna Ahad Dori atau yang akrab disapa Ace sebelum meninggal dunia. Namun, polisi curiga, tak seluruh isi surat itu ditulis Akseyna.

Demikian yang diungkap oleh Krishna Murti yang kala itu menjabat Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada 2015 silam.

Penyataan Krisna pun diamini oleh pihak keluarga. Ayah Akseyna, Kolonel Sus Mardoto memastikan, itu bukanlah tulisan anaknya.

Dia mengaku telah mencermati tulisan di surat itu. Keluarga menilai ada beberapa kejanggalan di 'wasiat' tersebut.

Pertama, pada kata, "For". Ada tiga kata for di surat tersebut dan ketiganya memiliki bentuk berbeda. Orang awam pun bisa melihat kejanggalan ini dengan jelas.

Kedua, tulisan "Existence" dan beberapa kata lainnya memiliki bentuk dan kemiringan huruf yang sangat mencolok perbedaannya dengan huruf-huruf pada kata-kata yang lain.

Ketiga, jarak spasi antara satu kata dengan lainnya berbeda-beda dan tidak beraturan. Keempat, tanda tangan di surat tersebut sangat tidak mirip dengan tanda tangan Ace, begitu Akseyna dipanggil, di KTP lama maupun di e-KTP.

Kelima, tata bahasa surat dalam Bahasa Inggris itu tidak beraturan. Keluarga mengenal Ace memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang baik karena sudah terbiasa membaca jurnal ilmiah berbahasa Inggris, novel-novel bahasa Inggris dan menonton film-film berbahasa Inggris tanpa subtitle, bahkan sewaktu di SMP saja sudah memperoleh TOEFL 433.

"Setelah menelaah sejumlah data dan fakta dan mencermati berbagai informasi yang beredar kami menyatakan bahwa surat itu bukan ditulis oleh Aksyena (putra kami)," kata Mardoto saat dihubungi, Selasa (4/2/2020).

Mardoto mengaku mendapatkan surat itu pada Senin 30 Maret 2015 sekitar pukul 16.00 WIB. Pada saat mencari informasi mengenai kabar jasad yang mengambang di Danau UI. Dia menuju gedung Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Indonesia untuk mencari informasi tentang Ace, dan ditemui oleh dua pengajar jurusan Biologi.

Di ruang pertemuan tersebut ternyata sudah ada juga dua mahasiswa yang mengenalkan diri sebagai teman Ace. Setelah berbincang-bincang beberapa saat, salah satu dari mereka menyerahkan surat yang katanya ditulis oleh Ace.

Penyerahan surat itu disaksikan oleh dua pengajar jurusan Biologi tersebut. Padahal pada saat itu, Ayah Ace belum mengonfirmasi dan memastikan bahwa jenazah itu adalah Ace.

Teman Ace tersebut mengaku mendapatkan surat itu dari kamar Ace. Dia mengaku masuk, bahkan menginap di kamar Ace pada malam sebelumnya, yakni Minggu 29 Maret 2015 malam.

Selain itu, Mardoto ingin mengklarifikasi pemberitaan yang menyebut, surat ditemukan polisi saat melakukan penyelidikan di kamar kos Ace.

Ia menegaskan, informasi itu tidak benar karena surat tersebut diserahkan langsung oleh seorang mahasiswa yang mengaku sebagai teman Ace kepadanya.

"Kemudian saya menyerahkannya kepada polisi," ujar Mardoto.

Demikian juga dengan foto atau capture surat yang tersebar, berbentuk foto yang tertempel paku di dinding. Menurut dia, gambar yang tersebar di media massa itu memunculkan pertanyaan sekaligus kecurigaan oleh keluarga.

Dari mana dan siapa yang menyebarkan foto tersebut, karena yang didapatkan penyidik adalah surat berbentuk lembaran yang diserahkan oleh Ayah Ace.

Penyebaran foto surat yang tertempel di dinding pasti memiliki motif yang tendensius untuk membuat berkembangnya opini bahwa surat tersebut memang tertempel di dinding kamar kos Ace.

Padahal, belum ada pihak yang bisa memastikan, wasiat tersebut benar-benar tertempel di dinding kamar kos Akseyna, karena bukan polisi yang mendapatkannya. Untuk itu, dia meminta penyidik/polisi mendalami penyebar foto itu dan apa motifnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kamar Kos Ace Tak Lagi Steril

Ayah Mahasiswa Tewas di Danau UI
Ayah mahasiswa tewas di danau UI, Akseyna Ahad Dori, saat mendatangi Polresta Depok (Liputan6.com/Atem Allatif)

Mardoto menyampaikan, kondisi kamar Akseyna selama empat hari sejak jenazah ditemukan di Danau Kenanga Universitas Indonesia pada Kamis, 26 Maret 2015 tak lagi steril.

"Senin, 30 Maret 2015 sekitar pukul 17.30 WIB, telah banyak orang telah memasuki kamar Ace mendahului kegiatan penyelidikan oleh pihak polisi yang baru dimulai Senin, 30 Maret 2015 sekitar pukul 18.30 WIB," papar dia.

Mardoto menyebut, beberapa teman korban mendatangi kamar Aksyena beberapa kali. Bahkan, ada teman Ace yang masuk ke kamar Ace dan menginap di kamar tersebut pada Minggu malam, 29 Maret 2015.

Padahal, tidak ada satu pun pihak keluarga yang pernah meminta atau menyuruh siapapun untuk masuk bahkan menginap di kamar Aksyena.

Hal itu diketahui setelah ibunda Ace berhasil menghubungi handphone Ace pada Minggu, 29 Maret 2015 malam. Saat itu Ibu Ace sempat bicara dengan seseorang yang mengaku sebagai teman Ace.

"Yang bersangkutan menyebutkan bahwa ia berada di dalam kamar Ace. Keberadaan yang bersangkutan di kamar Ace dilakukannya bukan karena permintaan dari orangtua," ujar dia.

Mardoto menerangkan, beberapa orang yang dikatakan sebagai teman Ace juga berada di dalam kamar Ace pada Senin, 30 maret 2015 hingga polisi mulai masuk ke kamar tersebut untuk melakukan penyelidikan ke kamar kost Ace sekitar jam 18.30 WIB.

"Penyelidikan setelah saya mengonfirmasi bahwa jenazah yang diketemukan di Waduk Kenanga Universitas Indonesia tersebut adalah anak saya," ujar dia.

Menurut Mardoto, dengan banyaknya orang yang telah masuk ke kamar Ace, tidak ada seorangpun yang dapat menjamin bahwa di antara orang-orang tersebut tidak melakukan sesuatu.

Saat polisi tiba, kamar sudah dalam kondisi berantakan. Handphone dan laptop milik Ace sudah diakses dan diotak-atik, koper berisi barang-barang dan baju juga telah terbuka, buku-buku dan perlengkapan lain di meja belajar sudah berserakan.

"Kondisi ini memungkinkan banyak hal terjadi di dalam kamar Ace, termasuk kemungkinan berubahnya bentuk, letak, dan kondisi barang-barang yang seharusnya bisa menjadi barang bukti, termasuk pemunculan surat itu," terang dia.

Meski kasus ini belum juga terungkap, Mardoto tak lelah berharap. Dia menghargai usaha polisi yang melakukan olah tempat kejadian perkara ulang atas kematian sang buah hati, Akseyna.

"Kami berharap kasus ini segera terungkap. Ada kepastian hukum terkait kasus pembunuhan anak saya," harap Mardoto.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya