Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Arsitek Indonesia (AIA) ikut mengkritisi proyek revitalisasi dan rencana Pemprov DKI Jakarta menggelar balapan Formula E di kawasan Monas, Jakarta Pusat. Alasannya, Monas dinilai bukan cuma cagar budaya, melainkan lokasi yang sakral.
"Jadi, kalau studi kelayakan enggak ada dan sudah dilaksanakan (revitalisasi), ini melanggar hukum. Pejabatnya bisa kena," kata Ketua Umum AIA Ahmad Djuhara di Jakarta, Jumat (21/2/2020).
Dia menjelaskan, terkait dengan rencana menggelar balapan Formula E, studi kelayakan harus melibatkan banyak pihak. Termasuk sejarawan, arkeolog hingga antropolog untuk menentukan boleh tidaknya tempat itu diubah.
Advertisement
Menurut dia, hal ini akan sulit dilakukan, ditambah sirkuit Formula E butuh pit stop, tribun penonton dan lainnya.
Djuhara juga menegaskan, Monas lokasi yang sakral. Hal itu penting diingat. Sehingga, bukan hanya sekadar cagar budaya saja. Mestinya dihormati betul.
"Masa berani orang bilang itu enggak sakral? Jadi harus ada rasa hormat," tambah dia.
Djuhara mengakui, bisa saja dengan segala kecanggihan teknologi dan arsitektur balapan Formula E di Monas tanpa harus mengubah atau merombak nilai cagar budaya yang ada. Tapi sekali lagi, dia menekankan hal ini bukan cuma perkara cagar budaya, melainkan kesakralan Monas itu sendiri.
"Kami arsitek menganggap, Monas itu seperti manivestasi bangsa," jelasnya lagi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bisa di Lokasi Lain
Karena itu, dia menyarankan agar Formula E tidak perlu dipaksakan untuk melintas di dalam kawasan Monas. Bisa saja dilakukan di kawasan Jalan Medan Merdeka. Dari situ, logo Monas sebagai simbol Jakarta pun bisa terlihat.
"Saya kasih contoh menara Eiffel, itu identitas Prancis, tapi dia tidak sakral. Monas ini sakral, sama seperti Borobudur, Prambanan, bukan cuma cagar budaya, tapi juga sakral. Kenapa mesti maksain di Monas, tempat lain kan banyak," terang dia.
Advertisement