Optimalkan Pengembalian Negara, KPK Bentuk Satgas TPPU

KPK juga sedang menyusun pedoman penuntutan agar tidak terjadi disparitas tuntutan terhadap para terdakwa.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Apr 2020, 08:46 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2020, 08:45 WIB
KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). Pemprov Papua merupakan daerah yang memiliki risiko korupsi tertinggi dengan. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang membentuk satuan tugas (satgas) case building dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk mengoptimalkan pengembalian kerugian negara.

"Mengenai pengembangan kasus korupsi ke kasus TPPU, saat ini kami memang sedang membentuk satgas case building dan TPPU," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melalui keterangannya di Jakarta, Senin (20/4/2020).

Pembentukan satgas itu, lanjut dia, agar tujuan penindakan korupsi dalam mengembalikan kerugian negara lebih terukur capaiannya dan akuntabel.

Selain itu, Ghufron juga menyampaikan bahwa lembaganya sedang menyusun pedoman penuntutan agar tidak terjadi disparitas tuntutan terhadap para terdakwa yang diajukan KPK ke pengadilan dalam berbagai kasus korupsi.

"Dari awal, kami memang konsen untuk membuat pedoman penuntutan tersebut," ujar dia seperti dikutip dari Antara.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Temuan ICW

Koalisi Kawal Capim KPK Kritisi Pansel Capim KPK
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana (kanan) memberi keterangan terkait 20 nama Capim KPK yang lolos seleksi di gedung LBH Jakarta, Minggu (25/8/2019). Koalisi Kawal Capim KPK menyatakan menemukan adanya potensi konflik kepentingan dari pansel terhadap peserta seleksi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis terkait dengan tren vonis tindak pidana korupsi selama 2019, salah satunya menyoroti perihal pemulihan kerugian keuangan negara dari perkara korupsi.

"Pantuan ICW sepanjang tahun 2019 kerugian negara yang timbul akibat praktik korupsi sebanyak Rp12.002.548.977.762," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (19/4/2020).

Sementara itu, kata dia, putusan hakim yang menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp748.163.509.055.

"Praktis kurang dari 10 persen keuangan negara yang hanya mampu dikembalikan melalui putusan di berbagai tingkat pengadilan," ungkap Kurnia.

Selain itu, ICW juga mencatat bahwa merujuk pada Pasal 10 KUHP yang menyebutkan tentang pidana pokok (penjara dan denda), temuan ICW rata-rata vonis penjara untuk koruptor menyentuh angka 2 tahun 7 bulan penjara saja.

"Untuk denda sebesar Rp116.483.500.000. Temuan terkait vonis terdapat kenaikan dibanding tahun 2018 hanya 2 tahun 5 bulan penjara," kata Kurnia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya