Kejagung Tak Mau Berpolemik soal Tom Lembong, Ingin Fokus Selesaikan Kasus Korupsi Gula

Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons polemik yang muncul di masyarakat terkait penetapan tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong di kasus dugaan korupsi komoditas gula.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 31 Okt 2024, 18:42 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2024, 18:42 WIB
Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi komoditas gula yang terjadi di lingkungan Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015-2023.
Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) alias Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi komoditas gula yang terjadi di lingkungan Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015-2023. Tom Lembong pun langsung ditahan selama 20 hari ke depan mulai Selasa, 29 Oktober 2024. (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons polemik yang muncul di masyarakat terkait penetapan tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong di kasus dugaan korupsi komoditas gula.

Salah satunya dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang meminta detail agar tidak terkesan penegakan hukum politis.

"Ya jadi ICW jelaskan saja seperti apa maksudnya dari pernyataan itu, kalau ini bukan tindak pidana korupsi lalu ini tindak pidana apa? Saya kira itu harus dijelaskan. Kami tidak mau berandai-andai, tidak mau berpolemik, kita fokus menyelesaikan perkara ini," tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (31/10/2024).

Menurut dia, setidaknya sudah ada dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka, dan diperkuat dari hasil keterangan 90 saksi yang sudah diperiksa selama satu tahun sejak sprindik penyidikan keluar.

"Dan sekarang sedang dihitung kerugian keuangan negaranya, kemudian sedang didalami apakah ada peran-peran dari pihak yang lain terhadap perkara ini, saya kira kita akan fokus di situ," ucap Harli.

Terkait dengan alat bukti yang menjadikan Tom Lembong tersangka, lanjut dia, tentu harus kembali kepada Pasal 184 KUHAP, yang mencatatkan antara lain keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan tersangka atau terdakwa.

Sementara penyidik telah mengantongi keterangan 90 saksi, ditambah surat, keterangan ahli, yang semuanya akan dibuka di persidangan.

"Biarkanlah penyidikan ini terus menyelesaikan tugasnya. Saya kira masyarakat juga jangan menjadi tendensius kan seolah-olah ada politisasi, dan kita sudah sampaikan di mana politisasinya, tidak ada politisasi, ini murni penegakan hukum ya," kata Harli.

ICW Minta Kejagung Uraikan Pasal Tom Lembong Tersangka, Agar Tak Dianggap Politis

Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) agar tidak hanya sekadar menjelaskan konteks perkara secara umum dalam penetapan tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong di kasus korupsi komoditas gula. Hal itu demi menghindari anggapan penegakan hukum bersifat politis.

“Namun juga masuk lebih jauh mengenai keterpenuhan unsur pasal di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Seperti diketahui, dua tersangka sejauh ini disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 atau korupsi dengan kategori kerugian keuangan negara,” tutur Peneliti Divisi Hukum ICW Diky Anandya dalam keterangannya, Kamis (31/10/2024).

 Di sini, sambungnya, penting bagi Kejaksaan Agung untuk mengurai dan mengaitkan unsur Pasal dengan kesalahan yang disangkakan terhadap Tom Lembong dan juga tersangka lainnya yakni Charles Sitorus (CS) selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).

“Dua hal yang harus dipahami jika melihat korupsi kategori kerugian keuangan negara, yakni setiap perbuatan melawan hukum harus diikuti dengan niat jahat atau mens rea, dan tidak semua kerugian negara dikategorikan sebagai kejahatan korupsi,” jelas dia.

Pengembangan Kasus

“Ini penting disampaikan agar langkah aparat penegak hukum tidak distigma negatif atau dianggap politisasi hukum oleh masyarakat,” lanjutnya.

Selain itu, ICW mendesak agar penyidik melakukan pengembangan kasus, khususnya demi menemukan aktor lainnya yang diduga terlibat dalam kasus korupsi komoditas gula. Sebab, kebijakan impor gula kristal mentah tidak hanya dilakukan sepanjang tahun 2015-2016, namun juga berlanjut ke tahun-tahun berikutnya.

“Dalam konteks perkara yang terjadi di Kementerian Perdagangan, penyidik juga harus mengurai potensi keterlibatan kementerian lain yang menyangkut kebijakan impor tersebut,” Diky menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya