Liputan6.com, Jakarta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan, jajarannya tetap bekerja keras mengantisipasi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia. Meskipun saat ini, Indonesia tengah berjuang menghadapi virus Corona.
''Karhutla tetap jadi prioritas kerja pemerintah. Sebagaimana arahan bapak Presiden (Joko Widodo), meski kita menghadapi masa sulit karena penyebaran Covid-19, Corona, namun pelayanan prioritas tidak boleh terganggu. Kerja lapangan dan koordinasi tim supervisi tetap jalan mengantisipasi karhutla, terutama di wilayah rawan,'' kata Siti di Jakarta, Sabtu (25/4/2020).Â
Sementara itu, berdasarkan analisis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Juni-Juli. Terutama di wilayah Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur.
Advertisement
Dalam hal ini, Siti menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya pada tim lapangan, terutama pada anggota Manggala Agni KLHK, TNI, Polri, BPBD, BNPB, BPPT, BMKG, unsur Pemda lainnya, swasta, Masyarakat Peduli Api (MPA), yang terus menerus masih tetap bekerja di tengah situasi pandemi.
''Saya ucapkan terima kasih atas dedikasinya, tetap jaga kesehatan dan keselamatan tim. Saya terus mengikuti laporan dari lapangan ini setiap hari,'' kata Siti.
''Untuk Karhutla kita tidak bisa menunggu, harus dari sekarang upaya antisipasi seperti Tekhnologi Modifikasi Cuaca (TMC) dilakukan. Kita sudah menyurati para Kepala Daerah di awal Maret, dan meminta semua pihak termasuk swasta dan pemangku kawasan untuk waspada karhutla,'' lanjut dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
El Nino Netral
Sementara itu, Kepala BMKG, Dwi Korita menambahkan, Indonesia pada tahun ini mengalami El Nino Netral dengan tingkat kekeringan pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan normalnya.
"Awan hujan masih tersedia sekitar bulan April-Mei, sehingga ini waktu yang paling tepat untuk menyelenggarakan TMC pada beberapa provinsi rawan karhutla untuk mengisi embung dan membasahi gambut," kata Dwi.
Berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA), jumlah hotspot per 1 Januari hingga 23 April 2020 sebanyak 737 titik.
Sedangkan pada periode yang sama tahun 2019, jumlah hotspot sebanyak 1.177 titik. Artinya terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 440 titik atau 37,38 persen.
Â
Reporter:Â Ronald Chaniago
Sumber: MerdekaÂ
Advertisement