Ahli Epidemiologi: Vaksin Corona Covid-19 Mungkin Tidak Pernah Ada

Pandu menegaskan vaksin Covid-19 efek proteksinya harus mencapai 90 persen. Jangan sampai seperti vaksin HIV yang efek proteksinya hanya mencapai 30 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jul 2020, 07:30 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2020, 07:19 WIB
Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19.
Ilustrasi coronavirus, virus corona, koronavirus, Covid-19. Kredit: Fernando Zhiminaicela via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Bambang Brodjonegoro mengatakan bila Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman saat ini tengah fokus mengembangkan vaksin untuk mencegah Covid-19. Vaksin tersebut diberi nama vaksin merah putih.

“Pengambangannya menggunakan pendekatan unit protein atau protein rekombinan,” kata Bambang dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Selasa (14/7/2020).

Saat ini, LBM Eijkman tengah melakukan pengembangan vaksin dengan menggunakan metode 'Protein Recombinant', yang nantinya akan bekerja sama dengan Biofarma untuk tahapan pengujian klinisnya.

Menanggapi itu, Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono memperkirakan vaksin Virus Corona yang sedang diteliti LBM Eijkman tersebut belum tentu akan rampung pada 2021. Menurutnya sangat sulit untuk memastikan vaksin Covid-19 tersedia pada tahun depan.

Ada banyak sekali persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu vaksin sebelum bisa digunakan masyarakat. Ditambah lagi vaksin Virus Corona, yang mana jenis virusnya saja baru ditemukan dan diteliti oleh para ahli beberapa bulan terakhir ini.

“Sulit soalnya. Mungkin mundur lagi dari 2021. Apakah 2022? Tidak tahu juga. Mungkin tidak pernah ada,” kata Pandu kepada merdeka.com, Selasa (14/7/2020).

Sebagian besar negara di dunia saat ini memang tengah berusaha menemukan vaksin virus corona, termasuk Indonesia. Bahkan Indonesia sendiri sebelumnya pernah mengklaim sudah bekerja sama dengan beberapa negara seperti Korea dan China, tapi kenyataannya vaksin tersebut masih belum melewati semua tahap pengujian.

“Setiap negara selalu klaim punya kandidat masing-masing dalam meneliti vaksin, Indonesia juga. Kita sudah kerja sama dengan Korea, China, tapi kan belum teruji,” ungkapnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jangan Seperti Vaksin HIV

Pandu menilai vaksin Covid-19 efek proteksinya harus mencapai 90 persen. Jangan sampai seperti vaksin HIV yang efek proteksinya hanya mencapai 30 persen, karena tidak akan berdampak sama sekali. Sudah 20 tahun vaksin HIV masih belum ditemukan, inilah yang membuat Pandu khawatir.

“Riset vaksin HIV juga sudah dari dulu, tapi tidak berhasil-berhasil. Bahkan sudah dicoba, sudah clinical trial, namun ternyata efeknya hanya 30 persen, buat apa? Harus 90 persen efeknya,” ungkapnya

Selain itu, suatu vaksin tidak boleh menimbulkan efek samping bila nanti digunakan oleh manusia. Jadi benar-benar harus aman, telah lulus uji coba secara klinis. Bahkan Pandu merasa bahwa vaksin di Indonesia juga harus diuji kehalalannya. Mengingat sebagian besar penduduk di Indonesia beragama islam.

“Vaksinnya harus aman, efektif, dan halal. Kalau nanti ada unsur babinya, tidak ada yang mau divaksin. Jadi banyak syarat-syaratnya. Jadi bisa-bisa bukan 2021 jadinya,” tutupnya.

Reporter: Rifa Yusya Adilah

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya