Tim Advokasi Sebut Vonis Penyerang Novel Baswedan Sebagai Sandiwara Hukum

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis penyerang Novel Baswedan yaitu Rahmat Kadir Mahulette 2 tahun penjara dan Ronny Bugis 1 tahun 6 bulan.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 17 Jul 2020, 15:14 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2020, 15:13 WIB
Novel Baswedan
Penyidik KPK Novel Baswedan usai memenuhi panggilan penyidik Komisi Kejaksaan di Jakarta, Kamis (2/7/2020). Novel Baswedan memberikan keterangan terkait aduan masyarakat terhadap penuntut kasus penyerangan air keras pada 2017. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Perwakilan Tim Advokasi Novel Baswedan, Kurnia Ramadhana kecewa dengan vonis terhadap penyerang kliennya. Dia menilai, dengan vonis tersebut, sandiwara hukum terhadap Novel Baswedan telah sempurna.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis penyerang Novel Baswedan yaitu Rahmat Kadir Mahulette 2 tahun penjara dan Ronny Bugis 1 tahun 6 bulan.

"Nyaris tidak ada putusan yang dijatuhkan terlalu jauh dari tuntutan, kalaupun lebih tinggi daripada tuntutan, misalnya tidak mungkin hakim berani menjatuhkan pidana 5 tahun penjara untuk terdakwa yang dituntut 1 tahun penjara," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/7/2020).

Kurnia menilai, vonis itu ditujukan agar terdakwa penyerang Novel Baswedan tidak dipecat dari Kepolisian dan menjadi whistle blower/justice collaborator.

"Ini skenario sempurna ini ditunjukkan oleh sikap terdakwa yang menerima dan tidak banding meski diputus lebih berat dari tuntutan penuntut umum," ujar dia.

Kurnia dan Tim Advokasi Novel Baswedan yakin, barang dan alat bukti yang dihadirkan di persidangan tidak memiliki keterkaitan serta kesesuaian dengan para terdakwa.

Karenanya, putusan majelis Hakim harus dikatakan bertentangan dengan Pasal 183 KUHAP yang mengamanatkan Hakim harus memiliki keyakinan dengan didasarkan dua alat bukti sebelum menjatuhkan sebuah putusan.

Menurut Kurnia, Tim Advokasi Novel Baswedan sudah mengendus sandiwara hukum ini sejak awal persidangan. Pihak diuntungkan adalah kedua terdakwa.

"Kesimpulan itu bisa diambil dari dakwaan, proses unjuk bukti, tuntutan jaksa, dan putusan yang memang menafikan fakta-fakta sebenarnya," kata Kurnia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Tak Mengungkap Sampai Akar

Sidang Perdana Kasus Penyerangan Novel Baswedan
Salah satu terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan berdiskusi dengan kuasa hukum disela sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (19/3/2020). Dua terdakwa, yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulete menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Kurnia Ramadhana juga menilai, vonis majelis hakim terhadap penyerang kliennya tidak mengungkap kejahatan politik sampai kepada akarnya.

"Ini hanyalah perulangan terhadap kasus-kasus serangan terhadap aktivis anti korupsi serta aktivis-aktivis lain dan penegak hukum pemberantas korupsi," tutur dia.

Dia mengatakan, proses persidangan kliennya juga menunjukkan bahwa potret penegakan hukum di Indonesia tidak pernah berpihak pada korban kejahatan. Terlebih, korban kejahatan dalam perkara ini adalah penegak hukum.

"Kami meyakini, di masa yang akan datang para penegak hukum, khususnya Penyidik KPK, akan selalu dibayang-bayangi oleh teror yang pada faktanya tidak pernah diungkap tuntas oleh negara," tandas Kurnia.

Sementara itu, Novel Baswedan mengaku sudah mendapat informasi bahwa vonis terhadap dua orang terdakwa penyerang dirinya tidak akan lebih dari 2 tahun penjara.

"Bahkan sejak awal proses, saya sudah mendapat informasi dari banyak sumber yang mengatakan bahwa nantinya (terdakwa) akan divonis tidak lebih dari 2 tahun. Ternyata semua itu sekarang sudah terkonfirmasi," kata Novel yang dikutip dari Antara, Kamis 16 Juli 2020.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis malam menjatuhkan vonis selama 2 tahun penjara kepada Rahmat Kadir Mahulette dan 1,5 tahun penjara kepada Ronny Bugis karena terbukti melakukan penganiayaan yang menyebabkan luka berat terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.

"Pertama saya sejak awal mengatakan bahwa persidangan ini banyak kejanggalan dan masalah, sehingga saya menyakini bahwa persidangan ini seperti sudah dipersiapkan untuk gagal atau sidang sandiwara," tambah Novel.

Novel juga mengaku tidak tertarik untuk mengikuti proses pembacaan tuntutan, karena sidang yang dibuat dengan sedemikian banyak kejanggalan seperti didelegitimasi sendiri oleh para pihak di persidangan.

"Sehingga memang tidak ada harapan yang saya gantungkan dalam proses tersebut. Setelah putusan dibacakan, saya dihubungi oleh beberapa kawan yang memberitahu bahwa pertimbangan dalam putusan hakim sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum, hanya beda besarnya hukuman," ungkap Novel.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya