Peringatan Kudatuli, PDIP: Demokrasi Arus Bawah Redam Rezim Tirani

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, peringatan yang digelar Senin (27/7/2020) di kantor DPP PDIP ini, dilakukan dengan tabur bunga, doa, dan webinar.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 27 Jul 2020, 10:02 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2020, 10:01 WIB
Megawati Berdialog dengan Elemen Muda
Sekjen Hasto Kristanto saat berdialog dengan elemen muda di DPP PDIP, Jakarta, Senin (7/1). Megawati bercerita tentang pengalaman hidup sebagai Ketum Partai dan Sebagai anak sosok seorang Proklamator Ir. Soekarno. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan sejumlah lapisan masyarakat khususnya penggiat hak asasi manusia dan demokrasi memperingati peristiwa serangan terhadap kantor DPP PDI yang terjadi pada 27 Juli 1996 atau peristiwa Kudatuli.

Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, peringatan yang digelar Senin (27/7/2020) di kantor DPP PDIP ini, dilakukan dengan tabur bunga, doa, dan webinar.

"Pemerintah Orde Baru selalu memilih jalan kekuasaan terhadap rakyatnya sendiri. Serangan tersebut tidak hanya menyerang simbol kedaulatan partai politik yang sah, namun juga membunuh demokrasi. Kekuasaan dihadirkan dalam watak otoriter penuh tindakan anarki," kata Hasto Kristiyanto dalam keterangan yang diterima.

Hasto menyebut, meski saat itu kantor PDI luluh lantak, namun energi perjuangan tidaklah surut. Megawati Soekarnoputri, kata Hasto, kala itu memilih jalur hukum, di tengah kuatnya kekuasaan yang mengendalikan seluruh aparat penegak hukum.

"Tidak hanya langkah menunjukkan keyakinan politik yang sangat kuat. Lebih jauh lagi, keyakinan terhadap kekuatan moral terbukti mampu menggalang kekuatan demokrasi arus bawah. Kekuatan moral itu mendapatkan momentumnya ketika hakim di Riau bernama Tobing, mengabulkan gugatan Ibu Megawati. Di sinilah hati nurani menggalahkan tirani," jelas dia.

Politik moral menurut Hasto, juga lahir saat Megawati Soekarnoputri meneriakkan untuk menghentikan menghujat Soeharto. Padahal, lanjut dia, praktik desukarnoisasi tidak hanya menempatkan Bung Karno dalam sisi gelap sejarah, namun juga keluarga Bung Karno mendapatkan tekanan dan diskriminasi politik.

"Ketika saya menanyakan sikap Ibu Mega terkait hal itu, keluarlah jawaban yang di luar perkiraan saya. 'Saya tidak ingin sejarah terulang, seorang Presiden begitu dipuja berkuasa, dan dihujat ketika tidak berkuasa. Rakyat telah mencatat apa yang dialami oleh keluarga Bung Karno. Karena itulah, mengapa Bung Karno selalu berada di hati dan pikiran rakyat. Kita tidak boleh dendam lalu hanya melihat masa lalu, dan melupakan masa depan," kata Sekjen PDIP ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Kudatuli ajarkan inti dari kekuatan moral politik

PDIP Umumkan 48 Calon Kepala Daerah Pilkada 2020
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato saat pengumuman nama calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah di DPP PDIP, Jakarta, Rabu (19/2/2020). Pengumuman 48 nama calon yang akan maju Pilkada 2020 ini masuk dalam gelombang pertama. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Hasto menyatakan Kudatuli mengajarkan inti dari kekuatan moral politik. Pilihan jalur hukum saat itu memperkuat moral pejuang demokrasi.

Kudatuli, kata dia, menjadi benih perjalanan reformasi di mana kekuatan rakyat menyatu dan mampu mengalahkan tirani.

"Di balik jatuhnya Pak Harto, Ibu Megawati telah mengajarkan politik rekonsiliasi, berdamai dengan masa lalu dan melihat masa depan. Di situlah hadir kekuatan moral seorang pemimpin," kata Hasto.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya