Liputan6.com, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut telah menerima 224 kasus aduan menyangkut Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 di sejumlah sekolah negeri.
Menurut Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti, hal itu diakibatkan oleh sejumlah masalah. Misalnya karena masih banyak daerah yang terlambat membuat petunjuk teknis (juknis) PPDB.
Baca Juga
"Hasil pengawasan dan pengaduan KPAI menyimpulkan adanya permasalahan PPDB tahun 2020 sebagai berikut: Masih banyak daerah terlambat membuat juknis PPDB; Minimnya sosialisasi PPDB 2020," ujar Retno di Jakarta, Rabu (5/8/2020).
Advertisement
Kalaupun sosialisasi dilakukan, lanjut Retno ternyata tidak efektif sehingga masih menimbulkan kebingungan para orangtua. Hal ini menurutnya dapat dipahami juga karena kondisi pandemi Covid-19 sehingga sosialisasi daring masih banyak kendala.
Masalah PPDB muncul juga ditimbulkan karena penafsiran zona yang berbeda serta penafsiran daerah yang tidak sesuai dengan juknis Permendikbud No.44/2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB.
Artinya daerah gagal menafsirkan aturan yang termuat dalam Permendikbud No.44/2019 sehingga timbul miss persepsi di tengah-tengah publik.
Adapun rekomendasi yang ditawarkan oleh KPAI terdiri dari beberapa hal. Pertama, kata Retno KPAI mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memastikan pemerataan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana sekolah dan tenaga pengajar.
"Tanpa disertai upaya ini, tujuan sistem zonasi menciptakan pemerataan pendidikan mustahil tercapai. Peserta didik dan orang tua murid juga akan merasa sistem tidak adil," ungkapnya.
Upaya untuk menjamin ketersediaan sarana dan prasarana yang layak, mudah diakses, terjangkau dan tidak diskriminatif kata dia sejatinya adalah tanggung jawab pemerintah berdasarkan Pasal 30 UUD 1945 dan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Selanjutnya KPAI juga mendesak pemerintah mengevaluasi pelaksanaan sistem zonasi agar tujuan pelaksanaannya tercapai dan tidak menjadi polemik tahunan.
"Karena sistem zonasi PPDB jika diterapkan secara konsisten dapat berdampak baik untuk menciptakan keadilan akses pendidikan. Selain mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga peserta didik, sistem ini dapat menghapuskan paradigma 'unggulan' yang selama bertahun-tahun menciptakan kesenjangan layanan pendidikan," tutur Retno.
"Evaluasi juga harus dilakukan pada daerah-daerah yang tidak menerapkan juknis PPDB sesuai ketentuan dalam Permendikbud 44/2019," sambungnya.
Ketiga, Retno melanjutkan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus konsisten menerapkan aturan zonasi dan tidak mencampuradukan faktor-faktor lain seperti nilai maupun tingkat ekonomi yang tidak sejalan dengan tujuan zonasi.
"Sudah ada jalur lain untuk mengakomodir faktor-faktor tersebut Penentuan zona dengan memperhatikan ketersediaan daya tampung tidak selalu mudah terutama untuk daerah-daerah yang distribusi sekolahnya tidak merata," ucapnya.
Padahal, kata Retno amanat Permendikbud No 44/2019 adalah pemerintah daerah menyelenggarakan PPDB dengan prinsip mendekatkan domisili peserta didik dengan sekolah.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
224 Aduan PPDB 2020
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengaku menerima kasus pengaduan soal Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2020/2021 paling banyak dari Provinsi DKI Jakarta.
"PPDB di tahun 2020 ini pengaduan tertinggi berasal dari DKI Jakarta, yaitu sebanyak 200. Kalau dipersentase mencapai 89 persen," ucap Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti dalam konferensi pers daring, Rabu (5/8/2020).
Retno mengakui bahwa di tahun ini pihaknya mendapatkan peningkatan aduan soal PPDB. Dari tahun lalu hanya 95 pengaduan menjadi 224 pengaduan.
"Dan 24 kasus berasal dari luar DKI Jakarta. Dari wilayah di antaranya adalah Kabupaten Sidoarjo, dan Kota Malang di Jawa Timur masing-masing satu kasus. Kemudian Kota Tangerang satu kasus," katanya.
Kemudian ada dari Kota Bekasi yang menurut Retno cukup banyak mengadukan PPDB, yakni lima aduan. Dan kota lainnya hingga 224 kasus.
Retno menuturkan, jenjang SMA merupakan jenjang yang paling banyak mengadukan menyangkut PPDB. Dari total aduan yang mencapai 224 kasus, 148 kasus diantaranya berasal dari jenjang SMA.
"Dan yang paling tinggi memang dari jenjang SMA. SMA itu mencapai 148 kasus," kata Retno.
Menurut dia hal itu cukup beralasan mengingat semakin tinggi tingkat jenjang, maka semakin sedikit jumlah sekolahnya. Hal itu mengakibatkan persaingan antar siswa semakin ketat.
"Sehingga pengaduan terbanyak ya tentu pada wilayah di mana sekolah-sekolah negeri itu sangat minim, kemudian penyebaran tidak merata," ungkapnya.
Sedangkan jumlah pengaduan dari jenjang SD dan SMP masing-masing mencapai empat dan 72 kasus.
Advertisement